Rabu, 17 April 2013

Menyia-nyiakan waktu = menyia-nyiakan hidup.



Tuhan mengatakan dalam Gita, "Siapa yang terus menerus mengingat Aku, sangat Kucintai. Karena itu, ingatlah Aku selalu. Persembahkan kepada-Ku pikiran dan akal budimu. Serahkanlah segala-galanya kepada-Ku. Maka engkau pasti akan mencapai Aku."
 

Dalam Gita telah dikatakan bahwa suka duka, panas dingin, untung rugi, kritik dan pujian, harus dihadapi dengan pikiran yang seimbang. Keseimbangan pikiran ini adalah salah satu dari 64 sifat seorang pengabdi. Sangat sulit mengetahui apakah seorang pengabdi mempunyai ke-64 sifat. ini. Tetapi mereka menyatu dan dapat dikelompokkan menjadi dua sifat utama: abhyasa 'pengamalan terus menerus' dan wairagya 'pengunduran diri atau ketidakterikatan'. Pengamalan merupakan gabungan dari tiga jenis tapa atau mati raga. Yaitu tapa jasmani, tapa mental, dan tapa ucapan. Pengunduran diri berarti mengenal cacat cela benda, dan hidup tanpa keterikatan pada benda-benda itu, dengan kata lain, hidup sebagai saksi. Jika engkau dapat menggabungkan kedua sifat penting ini abhyasa dan wairagya dalam hidupmu, maka pengalaman spiritual lainnya tidak akan diperlukan lagi.

Jika engkau ingin mengembangkan kedua sifat ini engkau harus mulai sejak kanak-kanak dan menggunakan hidup pada masa mudamu dengan cara yang suci dan mulia. Dewasa ini orang baru melaksanakan kegiatan spiritual setelah mencapai usia tua. Setelah mereka sepenuhnya menikmati benda-benda yang mewah, dan setelah muak serta bosan dengan semua kesenangan duniawi, barulah mereka mempertimbangkan untuk mulai menempuh jalan spiritual. Setelah melewatkan hidup mereka dengan perkiraan bahwa ada kebahagiaan yang sejati pada objek-objek indera, pada kehidupan keluarga, pada anak-anak, pada harta kekayaan, dan pada nama serta kemasyhuran, mereka akan menemui kekecewaan pada hari tua mereka. Mereka akan menyadari bahwa tidak ada kebenaran pada benda-benda ini dan kedamaian batin serta kebahagiaan abadi tidak datang dari dunia yang kasat mata atau dari usaha mengejar objek-objek duniawi. Maka setelah dihantui oleh kekosongan pengalaman mereka dan senja kehidupan mulai menjelang, mereka mulai melakukan kegiatan spiritual.


Tetapi, pada masa tua bila engkau menderita segala macam kelemahan fisik dan mental, dan mempunyai segala macam keterbatasan, akan sulit sekali melaksanakan dan menempuh kehidupan spiritual yang berat. Sekalipun demikian engkau tidak perlu berkecil hati karena mengira bahwa tidak ada jalan untuk kemajuan spiritual bagi orang lanjut usia. Beberapa peluang dan kesempatan akan timbul bagi mereka. Dari pada sama sekali tidak memikirkan Tuhan dalam hidupmu, lebih baik memikirkan Dia setidak-tidaknya pada masa tua. Tidak ada pembatasan apa pun mengenai waktu, tempat, atau umur untuk mengingat Tuhan. Itulah sebabnya Guru Ilahi telah mengatakan dalam Gita, "Setiap saat, di manapun juga, ingatlah kepada-Ku." Tetapi Guru Gita juga telah mengatakan bahwa kesempatan yang paling baik untuk pengamalan spiritual dengan sungguh-sungguh adalah pada waktu muda. Semasa badanmu masih sehat, alat-alat inderamu masih kuat, dan kemampuan mentalmu masih besar, itulah saat yang paling baik untuk melakukan latihan-latihan spiritual.

Prosesnya hampir sama dengan memesan makanan di rumah makan dengan cara membeli kupon makan sebelumnya. Setelah memesan tempat, kapan saja engkau pergi ke rumah makan itu, engkau akan mendapat makanan, sudah ada jaminan bagimu. Sebaliknya jika engkau pergi ke rumah makan hanya pada waktu lapar, di luar waktu yang telah ditentukan, dan tanpa kupon pemesanan tempat, mungkin engkau tidak akan dilayani. Dalam hal itu engkau tidak dijamin, engkau mungkin dapat makan mungkin pula tidak. Sifatnya untung-untungan. Demikian pula dengan orang yang baru mulai memikirkan masalah kerohanian pada masa tuanya. Mereka mungkin dapat maju dalam kehidupan spiritual, mungkin juga tidak. Tetapi kalau sejak masa muda mereka telah melaksanakan kegiatan atau latihan spiritual dengan sebaik-baiknya, mereka pasti akan berhasil dalam bidang ini di hari tua.

Bila engkau menyia-nyiakan waktumu dengan bersenang-senang pada waktu muda, menyia-nyiakan kemampuan indera dan kemampuan jasmanimu, maka pada masa tuamu jika engkau ingin mencapai tujuan akhirmu untuk manunggal dengan Tuhan, mungkin engkau tidak akan memperoleh kesempatan. Tidak ada artinya sama sekali menaruh makanan lezat di atas daun pisang lalu menyuguhkannya kepada setan, dan kemudian setelah segala yang bermanfaat dihabiskan oleh kemampuan-kemampuan setan, sisanya dipersembahkan kepada Tuhan. Apakah engkau dapat menyenangkan Tuhan dengan mempersembahkan sisa-sisa kepada-Nya? Tentu tidak. Tidak mungkin. Badan seorang pemuda dapat dibandingkan dengan daun pisang yang lembut. Makanan yang lezat dapat diumpamakan dengan benda-benda yang dinikmati oleh alat-alat indera. Setelah pertama-tama menghidangkan semua makanan lezat kepada setan, kemudian engkau mencoba mempersembahkannya kepada Tuhan. Setelah seluruh kemampuan, tenaga dan kemampuan habis dimakan oleh setan-setan amarah, ketamakan, hawa nafsu, dan kecongkakan, engkau berusaha menghaturkan sisanya kepada Tuhan. Tetapi itu tidak benar dan persembahan semacam itu tidak akan diterima oleh-Nya. Dalam hubungan ini, Guru Agung dalam Gita telah menandaskan bahwa masa muda adalah masa yang sangat berharga yang harus digunakan dengan sangat hati-hati untuk meningkatkan kehidupan spiritual.

Bila engkau telah memiliki suatu barang beberapa lama dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, mungkin engkau tidak mengerti nilai sejati barang tersebut. Baru setelah barang itu hilang dan engkau merasa kehilangan engkau mulai merasakan betapa tinggi nilai barang itu. Selama engkau memiliki mata, engkau tidak merasa betapa bernilai dan berharga mata itu. engkau baru akan merasakan pentingnya penglihatan bila engkau kehilangan daya penglihatan itu. Begitu juga bila engkau berada dalam keadaan sehat dan semua alat-alat indera berfungsi dengan baik, engkau tidak menyadari nilainya yang sebenarnya. Setelah kesehatanmu merosot dan alat-alat indramu terganggu, maka engkau menyesali serta meratapi kehilangan kemampuan serta kekuatanmu itu. Namun ratap tangis pada saat itu tiada berguna lagi. Selama masa mudamu engkau membolehkan kebiasaan-kebiasaan buruk dan berbagai sifat yang buruk menjadi teman akrabmu dan berurat akar dalam dirimu. Kemampuan dan kemampuan yang disalah gunakan pada masa muda itu akan menjadi musuhmu pada masa tua.

Kebanyakan pemuda tidak berusaha menggunakan kemampuannya untuk membeda-bedakan dengan baik. Anak muda tidak menggunakan kemampuan budinya untuk mengetahui siapa teman mereka yang sejati dan siapa musuh, siapa guru mereka dan siapa pengikutnya, siapa sutradara dan siapa pemain. Bila engkau tidak membina akal budimu untuk memahami arti kehidupan, apakah salah kalau engkau disebut kera? Bila engkau menghayati kualitas manusia dengan baik dan mengerti makna serta pentingnya kehidupan manusia, maka inderamu tidak akan membuat engkau kebingungan.
Sekarang ini engkau memakai Tuhan untuk kepentingan jasmanimu. Engkau tidak menggunakan badanmu untuk memuja Tuhan. Sekarang engkau memanfaatkan Tuhan untuk sembahyang mohon kesehatan bila sedang sakit dan untuk cara-cara lain guna menguatkan badanmu. Sebaliknya engkau tidak menggunakan badan dan seluruh kemampuan serta kemampuan fisik yang kau miliki untuk memuja Tuhan. Engkau membayangkan bahwa kelak akan ada banyak waktu untuk sembahyang sehingga engkau terus menyia-nyiakan waktu. Engkau mengira setelah pensiun engkau bisa mulai merenungkan Tuhan dan melakukan latihan spiritual. Barangkali engkau mengira sementara ini lebih baik menikmati hidup dan menikmati hal-hal keduniawian, mumpung masih muda. Tetapi bagaimana mungkin engkau mulai berpikir soal Tuhan setelah engkau tua, sesudah segala kemampuanmu lenyap?

Bila sekarang engkau tidak menggunakan seluruh kemampuan dan kemampuanmu untuk memuja Tuhan, maka kelak engkau akan sangat terlambat. Bila anak-anak mengolok-ngolok engkau dan menyebutmu "kera tua", apakah pada waktu itu engkau mempunyai kemampuan untuk melakukan sadhana secara intensif? Bila rambutmu sudah putih, bila engkau hampir tidak mampu berjalan, bila engkau hampir tidak mampu melihat, bila seluruh alat-alat indera sudah lemah, apakah engkau akan dapat menggunakannya untuk memuja Tuhan? Tidak, itu tidak mungkin. Bukan hanya itu, tetapi kitab-kitab suci India telah menyatakan beberapa hal tertentu untuk orang-orang tua secara tegas dan jelas. Dikatakan bahwa bila anak buah Dewa Kematian menemukan engkau dan berkata, "Mari! Mari!", bila sanak saudaramu mengatakan tidak ada gunanya menyimpan mayat di sini, bila mereka semua berkata, "Ambillah! Ambillah!" dan bila istri serta anak-anakmu menangis tersedu-sedu, dapatkan engkau memikirkan Tuhan pada saat itu? Dapatkah engkau menyuruh sanak saudaramu berhenti menangis, menunggu sebentar, karena engkau mau mengingat Tuhan beberapa saat?

Semasa muda engkau harus mengumpulkan segala hal yang diperlukan untuk membangun landasan yang kokoh guna masa depan yang bahagia. Apakah engkau beranggapan bahwa mengingat Tuhan mungkin dilakukan setelah pensiun? Tidak, tidak mungkin. Engkau harus melakukan sadhana dengan sungguh-sungguh sebelum lanjut usia. Sebaliknya, setelah pensiun engkau bahkan menyibukkan diri dalam bisnis, membuang-buang waktu pergi ke klab-klab dan dengan berbagai cara lain engkau menghamburkan serta menyia-nyiakan hidupmu yang berharga. Pernah seorang ibu rumah tangga bertanya kepada suaminya, "Apakah engkau tidak memikirkan masalah ketuhanan sekurang-kurangnya pada masa tuamu sekarang ini? Sebelumnya semasa engkau sibuk, engkau tidak pernah punya waktu untuk memikirkan hal itu. Cobalah lakukan sekarang." Suaminya yang sibuk bisnis itu menjawab, "Untuk mati pun aku tidak punya waktu, apalagi untuk memikirkan Tuhan." Tetapi apakah engkau mengira bahwa kematian itu tidak datang pada orang yang mengatakan bahwa ia tidak punya waktu untuk mati? Apakah kematian datang hanya menuruti kemauannya? Tidak, waktu tidak menunggu siapa pun. Karena itu, semasa engkau masih mempunyai waktu engkau harus menggunakan waktumu itu dengan sebaik-baiknya.

Musuh yang disebut kematian beserta bala tentara yang disebut penyakit selalu siap memerangi badanmu. Manusia mati dalam keadaan yang sangat menyedihkan dan tak berdaya pada saat ia diserang oleh penyakit dan kematian. Tetapi tidak ada laskar yang dapat menyerang mereka yang dikasihi Tuhan. Karena itu, semasa muda engkau harus berusaha memperoleh rahmat Tuhan dan menyiapkan dirimu untuk menghadapi tantangan musuh bila mereka datang hendak mengepung dan menyerang engkau. Terutama engkau harus mempunyai keyakinan yang kokoh bahwa perjalanan hidup ini sangat panjang. Perjalanan lain apakah dengan bis, kereta, atau pesawat terbang tidak berlangsung lama. Tetapi perjalanan hidup ini sangat lama. Orang yang tidak mempersiapkan dirinya untuk menghadapi segala kemungkinan dalam perjalanan yang panjang itu akan sangat menderita bila ia dihadapkan dengan masalah dan kesulitan yang nyata. Engkau semua mengetahui bahwa dalam gerbong kereta api yang digunakan untuk mengangkut barang biasanya ada catatan kapan gerbong itu harus kembali ke depot. Setelah menggunakan gerbong selama waktu tertentu, kendaraan itu harus dikembalikan pada waktu yang telah ditetapkan. Badanmu sama dengan gerbong itu. Di sini pun tanggal kapan harus kembali telah ditulis oleh Tuhan sendiri, namun engkau tidak menyadarinya.

Engkau tidak tahu bahwa engkau harus kembali. Orang-orang lupa sama sekali akan kebenaran yang amat penting ini. Bila engkau benar-benar ingin menikmati kebahagiaan hidup setelah lanjut usia maka pada masa mudamu engkau harus berusaha mendapatkan rahmat Tuhan. Dalam hidup manusia, masa kanak-kanak dan masa muda sangat penting, Tanpa menyadari betapa tinggi nilai masa ini engkau membuang-buang waktu pada masa mudamu. Ibarat engkau menggunakan mangkuk emas berhiaskan permata dan berlian untuk sesuatu yang tidak berarti. Untuk menyalakan api nafsumu engkau memakai kayu cendana yang mahal harganya. Periuknya sangat mahal, bahan bakarnya juga mahal, tetapi makanan yang engkau masak dengan alat-alat itu hambar dan tidak berharga. Badan yang demikian berharga dan bahan bakar yang demikian suci dihambur-hamburkan untuk menikmati hal-hal yang remeh, tidak berguna dan tidak berarti dalam hidup. Barang-barang tak berharga ditaruh dalam kotak yang berharga dan digunakan untuk kenikmatan hidup. Sama saja dengan engkau menggunakan bajak emas untuk membajak ladang hatimu dan hasilnya tidak lain hanyalah rumput-rumput yang tidak berguna.

Ladang hatimu sangat berharga dan suci. Guru Ilahi telah menyatakan bahwa Ia adalah kedua-duanya: ladang dan pemiliknya. Ia pemilik sejati hatimu dan badanmu. Ia mengidentifikasikan Diri-Nya dengan mereka. Apa yang kau lakukan dengan hati dan badan yang suci ini? Engkau memakai bajak emas untuk menanam tanaman yang tidak berguna yaitu pemenuhan nafsu. Orang yang menyadari kemuliaan hati dan kemuliaan perasaan tidak akan menyalahgunakannya. Hidup harus dimanfaatkan untuk kebaikan, untuk kesejahteraan orang lain, untuk mencapai tujuan yang suci, untuk menempuh jalan yang suci, dan untuk menghasilkan cahaya yang cemerlang dalam hati dan pikiranmu. Engkau harus menggunakan hidup ini untuk manunggal dalam Tuhan. Hanya dengan demikian engkau berhak berkata bahwa hidupmu telah disucikan dan murni.
Dikatakan bahwa sangat sulit dan hampir tidak mungkin mendapat kehidupan sebagai manusia. Apakah keistimewaan hidup manusia itu? Mengapa demikian sulit mendapatkannya? Segala kesenangan yang dinikmati oleh binatang dan burung dapat juga kau nikmati. Sehubungan dengan itu, mengapa dinyatakan bahwa hidup sebagai manusia itu sangat berharga dan sangat istimewa? Karena engkau memiliki kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah. Karena engkau mempunyai kemampuan untuk melenyapkan keterikatan dan kebencian. Sebab itu engkau harus menggunakan akal budi yang telah dianugerahkan kepadamu untuk membedakan antara cara hidup seperti binatang dan hidup sebagai manusia. Tanpa membedakan antara atma dan anatma, diri sejati dan yang bukan diri sejati, tanpa mengembangkan yoga akal budi, engkau akan menjadi korban hasutan. Engkau tidak dapat menemukan kedamaian batin karena engkau tidak mengikuti jalan yang benar.

Dengan kemauan yang keras kaum muda harus melakukan ketiga macam tapa: fisik, mental, dan vokal dan dengan demikian memberi contoh kepada dunia. Engkau harus menggunakan rajo guna untuk menundukkan tamo guna, dan memakai satwa guna untuk mengalahkan rajo guna. Sangat tidak mungkin menghayati satwa guna selama hatimu masih terisi oleh rajo dan tamo guna. Bila kepalamu kosong engkau dapat mengisinya dengan pikiran-pikiran yang baik, namun bila kepala sudah terisi penuh dengan segala macam pikiran yang tidak berguna, bagaimana mungkin mengisinya dengan sesuatu yang suci dan agung? Engkau telah mengisi kepalamu dengan segala macam hal duniawi. Pertama engkau harus membuang semua itu dan mengosongkan kepalamu. Kemudian engkau dapat mengisinya dengan perasaan dan pikiran yang suci.
Banyak di antara engkau mengikuti jalan yang tidak berarti dan menempuh hidup yang tidak berarti. Ketika lahir engkau menangis, dan engkau menangis ketika ajal menjelang. Di antara kedua saat itu engkau menangis untuk hal-hal yang tidak berguna. Apakah engkau menangis bila engkau melihat memudarnya dharma? Untuk itulah engkau harus menangis, untuk itulah engkau harus menggunakan kemampuan dan kemampuanmu, yaitu untuk memperbaiki kemerosotan dharma dan membantu menyembuhkan luka-luka akibat merosotnya dharma. Apakah dharma itu? Dharma adalah selalu mengingat dan merenungkan Tuhan dengan tiada putusnya. Dharma adalah melakukan tugas sehari-hari sambil selalu ingat pada Tuhan. Gita tidak mengajarkan bahwa engkau harus meninggalkan keluargamu, bahwa engkau harus meninggalkan kekayaan dan harta benda, dan kemudian pergi ke hutan. Tidak! Uruslah keluargamu. Kerjakan tugasmu. Tetapi pusatkan pikiranmu selalu kepada Tuhan. Apapun yang engkau lakukan, jangan melupakan tujuanmu. Jika engkau melupakannya engkau akan tersesat dan menyimpang ke jalan yang tidak benar. Tujuan Ilahimu harus dipahat dalam pikiranmu. Dengan selalu ingat akan tujuan, engkau dapat melakukan tugasmu sehari-hari.


Jangan ada cacat dan cela dalam perkataanmu. Engkau harus selalu berusaha berbicara yang benar. Beberapa orang berpikir bahwa dalam kesulitan mereka bisa mengubah kebenaran. Bahkan kadangkala mereka merasa perlu berbohong. Tetapi dalam situasi yang sulit cukup bijaksana bila engkau bersikap diam, tidak berkata jujur atau bohong. Jika engkau berkata yang sebenarnya, katakanlah hal itu dengan halus dan lemah lembut. Jangan berkata yang sebenarnya dengan cara yang tidak simpatik, atau berbohong secara simpatik. Bila menghadapi masa yang sulit dan merupakan cobaan, engkau harus belajar menghindari situasi yang mencurigakan tanpa berbohong. Dalam keadaan tertentu engkau harus bersikap sangat hati-hati. Engkau harus belajar bagaimana berbicara tanpa menyakiti hati orang. Dikatakan bahwa, "Orang yang beruntung adalah orang yang tahu bagaimana berbicara tanpa menyakiti hati orang lain." Janganlah menyakiti orang lain, jangan pula sampai engkau disakiti orang lain. Ada suatu cerita.

Seorang ibu rumah tangga mengikuti suatu pertemuan seperti yang kita adakan sekarang. Ia berkonsentrasi dan mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang sedang dijelaskan. Ketika itu pendeta sedang menjelaskan Ramayana dan ia mengatakan bahwa bagi seorang istri, suami adalah satu-satunya tujuan hidup. Selanjutnya ia berkata, "Sudah menjadi kewajiban seorang istri memuaskan suaminya dan membuatnya bahagia. Selalulah memperlakukan suamimu sebagai Dewa." Setelah mendengarkan semua ini, ibu rumah tangga itu pulang. Ia sangat terkesan oleh ceramah ini dan bertekad untuk melaksanakan apa yang telah dipelajarinya. Begitu suaminya pulang ia mengambil air dan membasuh kakinya sebelum sang suami sempat membuka sepatu. Ia beranggapan bahwa dengan cara begitu ia melakukan pelayanan yang penuh bhakti kepada suaminya. Sang suami merasa bingung dan sangat heran. Ia masuk ke rumah, duduk, dan siap untuk membuka sepatu serta mengeringkan kakinya, tetapi sebelum ia berbuat demikian sang istri bergegas menghampiri suaminya dan membuka sepatunya.
Setelah kejadian ini, sang suami pergi ke kantor dan menelpon dokter. Ia tidak tahu kalau istrinya baru saja menghadiri ceramah pendeta. Dokter datang dan memberikan pil tidur. Kata dokter kelihatannya ia terserang histeria, namun setelah beristirahat satu dua hari mungkin ia akan sembuh kembali. Sang suami makan dan menyuruh istrinya beristirahat, kemudian ia pergi ke kantor. Sang istri kembali pergi mendengarkan ceramah berikutnya. Pada hari itu pendeta menjelaskan hubungan antara suami istri. Ia berkata, "Siapakah suami? Siapakah istri? Tidak ada yang kekal. Semua ini hanya bersifat sementara dan tidak tetap. Sebenarnya tidak ada apa-apa." Kemudian guru itu menambahkan, "Hanya Tuhan yang benar. Ialah satu-satunya kenyataan yang sejati." Sang istri pulang dan duduk di kamar pemujaannya.

Hari itu sang suami pulang setengah jam lebih awal dari kantornya karena mengira kalau-kalau istrinya sakit dan barangkali ia dapat membantu. Ia mengetuk pintu dan memberitahu istrinya bahwa ia datang seraya minta agar dibukakan pintu. Dari tempat sembahyang istrinya menjawab, "Tidak ada ibu, tidak ada ayah, tidak ada rumah, tidak ada apa-apa, suami pun tidak ada." Ia sangat terkejut melihat kelakuan istrinya, tetapi akhirnya ia dibukakan pintu juga. Setelah masuk ke dalam rumah ia segera menelpon dokter jiwa. Dokter datang dan memeriksa wanita itu secara teliti, lalu memberikan hasil pemeriksaan, ia menyatakan bahwa setelah mendengar semua ceramah kitab suci ini ia memperlihatkan tingkah laku yang ganjil, namun jika ia bisa ditahan di rumah ia akan cepat sembuh. Segala usaha dilakukan agar sang istri tidak lagi menghadiri ceramah. Semua orang diberitahu. Sopir dan semua pembantu di rumah diberitahu agar tidak mengizinkan ia pergi.
Setelah pencegahan ini dilakukan terhadap dirinya atas perintah dokter, ia tidak menghadiri ceramah selama dua hari dan ia mulai bertingkah laku seperti biasa. Jadi ketidakterikatan yang timbul dalam dirinya hanya bersifat sementara dan tidak mendalam. Hal itu tidak berlangsung lama. Kini sang suami merasa bahagia. Pekerjaan sehari-hari berjalan kembali seperti biasa. Setelah sebulan, wanita ini pergi lagi ke tempat ceramah. Pada hari itu pendeta menjelaskan ajaran Gita. Guru mengatakan bahwa bila seseorang menggunakan kata-kata, ia harus mengucapkan kebenaran dan tidak mengatakannya dalam cara yang menimbulkan kecurigaan. Wanita itu mendengar hal ini lalu pulang. Suaminya memberitahu bahwa hari itu ada resepsi pernikahan dan minta agar ia siap pergi bersamanya. Segera sang istri menyiapkan diri lalu pergi bersama suaminya.

Upacara pernikahan sedang berlangsung. Ada suatu tradisi di tempat itu, yaitu kalung yang akan dipakai oleh mempelai wanita disodorkan kepada setiap sesepuh agar disentuh dan diberkati. Ayah mempelai wanita menghampiri nyonya itu, mengenalinya dan bertanya, "Bagaimana khabar ibumu? Apakah semuanya baik?" Pertanyaan ini hanya untuk sopan santun saja, berbasa-basi dengan dia sambil menyodorkan kalung itu dan minta agar disentuh serta diberkati. Wanita itu menjawab, "Ibu saya sehat, tetapi seminggu yang lalu ibu mertua saya meninggal mendadak dan jenazahnya diperabukan." Tamu yang duduk di sebelahnya berkata kepadanya, "Mengapa engkau mengatakan hal yang tidak baik pada waktu menyentuh dan memberkati kalung ini yang maksudnya agar mempelai wanita hidup lama dan bahagia bersama keluarganya di masa datang?" Ibu rumah tangga itu menjawab, "Apakah saya harus berbohong hanya untuk kalung ini? Tidak. Saya tidak akan pernah berkata bohong. Memang kenyataannya ibu mertuaku meninggal minggu yang lalu." Seorang wanita muda yang duduk di sebelahnya berkata, "Bu, Ibu semestinya tahu tempat dan waktu, dan menyadari keadaan dan suasana sebelum mengatakan sesuatu."

Bila engkau mendengarkan suatu pelajaran spiritual pada suatu hari tertentu, engkau akan melaksanakannya dengan keyakinan dan kemauan yang kuat, tetapi hanya untuk hari itu. Cara ini bukan cara yang benar untuk mengikuti pelajaran spiritual. Engkau harus menggunakan akal budimu untuk bisa mengerti suasana tempatmu berada, sebelum engkau menggunakan kata-kata dalam suatu keadaan tertentu. Bila engkau mengerjakan sesuatu atau mengatakan sesuatu, engkau harus mengetahui bahwa kebenaran adalah cara yang mudah untuk mencapai tujuan akhir. Lidah jangan sampai dikotori oleh hal yang tidak benar. Badan jangan sampai dicemari oleh kekerasan. Pikiran jangan sampai dinodai oleh perasaan buruk. Hanya bila engkau menyucikan ketiganya itu, lidah, badan dan pikiran, engkau akan dapat memperoleh penampakan suci Tuhan.
Para siswa harus sangat berhati-hati bila mengatakan yang benar. Tentu saja mereka harus mengatakan yang benar, tetapi harus hati-hati jangan sampai terus bicara dan menyakiti orang lain. Kendalikanlah lidahmu. Bila terjadi salah pengertian dengan orang lain, jika engkau memberitahukan segala kekurangannya dengan pertimbangan bahwa engkau mengatakan apa adanya, maka dikemudian hari pasti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Engkau tidak boleh membenci orang lain. Bila engkau membina cinta kasih masalah kebencian dan rasa iri hati tidak akan timbul. Bila hatimu memiliki kasih, perkataanmu akan lemah lembut. Andaikata pun timbul amarah, hal itu tidak akan berlangsung lama. Ada empat jenis manusia. Kemarahan seseorang yang bersifat satwik hanya berlangsung beberapa saat, lalu segera reda. Menurut Gita, orang seperti itu berjiwa besar. Jenis kedua adalah orang yang amarahnya berlangsung beberapa menit dan cepat reda. Jenis ketiga adalah orang yang marahnya sepanjang hari. Jenis yang paling rendah adalah orang yang amarahnya berlangsung seumur hidup.

Guru agung Gita telah mengajarkan hal ini dengan cara lain. Kemarahan orang yang baik ibarat menulis di atas air, sama sekali tidak berbekas. Kemarahan orang jenis kedua seperti menulis di pasir, suatu waktu tulisan itu akan terhapus. Kemarahan orang jenis ketiga seperti menulis pada batu. Dalam jangka waktu lama tulisan itu pun akan terkikis. Tetapi kemarahan orang jenis ke empat seperti menulis pada lempengan baja, tulisan itu tidak akan hilang kecuali jika baja tersebut dicairkan dan dicetak kembali. Hanya bila baja itu kau masukkan ke dalam api maka tulisan pada logam itu akan lenyap; hanya melalui proses perubahan yang keras kita dapat mengubahnya.
Hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan kehidupan sehari-hari dapat ditemukan dalam Bhagawad Gita. Tidak mungkin engkau dapat mengambil seluruh ajaran yang terdapat dalam Bhagawad Gita dan mengamalkannya. Tetapi engkau dapat mengambil ajaran-ajaran yang langsung dapat diterapkan dalam hidupmu sekarang dan mengamalkannya sehingga engkau dapat memperoleh manfaat langsung dari ajaran-ajaran itu dan dengan demikian maju menuju tujuan spiritualmu

Dari buku Intisari Bhagavad Gita, oleh Bhagavan Sri Sathya Sai Baba, Percakapan 13 
simak pembahasan yang lebih lengkap di blog. ssgkupang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar