Minggu, 22 Juni 2014

Ber-Yajna dengan Donor darah



Kekuatan dari suatu Mantram ataupun sekedar doa dan pengharapan baik memang tak selamanya bisa dipahami dan bisa dijabarkan dengan logika, namun beberapa tahun terakhir ini, sebuah penemuan mengejutkan dari seorang ilmuan jepang yang bernama Dr.Masaru Emotto telah sedikit membuka tabir keagungan itu. Bahkan kepada mereka yang tidak percaya sekalipun. Misalnya dalam kasus kerauhan / trance. Bagi orang yang tidak mempercayai kekuatan mantram yang ditempatkan dalam air, mungkin mereka akan mencibir cara-cara itu sebagai hal yang tidak masuk akal. Tapi pada akhirnya setelah logika manusia kehabisan akal untuk menelaah, mereka yang tidak percaya juga akhirnya harus rela menerima kenyataan bahwa sepercik air yang telah diresapi dengan mantram-mantram suci telah berhasil membuat orang menjadi sadar dan siuman kembali. Dan bahkan tak jarang segelas air putih yang telah dimohonkan keberkatan dari Tuhan melalui doa dan mantram suci bisa menjadi obat bagi suatu penyakit tertentu.

penelitian tentang perilaku air. Yang telah dilakukan oleh  Dr. Masaru Emoto dari Universitas Yokohama memang telah diakui oleh dunia.  Sehingga pada bulan maret 2005, ia kemudian diundang ke Markas Besar PBB di New York untuk mempresentasikan temuannya itu. Disana ia menjelaskan penelitiannya tentang air murni dari mata air di Pulau Honshu yang  diberikan doa-doa dalam agama Shinto, lalu didinginkan sampai -5oC di laboratorium, lantas difoto dengan mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi. Ternyata molekul air membentuk kristal segi enam yang indah. Percobaan diulangi dengan membacakan kata, “Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)” di depan botol air tadi. Kristal kembali membentuk sangat indah. Selanjutnya air yang sama terus menerus diperdengarkan kata “setan”, maka setelah difoto, ternyata Kristal air membentuk pola yang sangat buruk. setelah itu beberapa gelas air diputarkan musik Symphony Mozart yang lembut, dan hasil poto memperlihatkan bahwa air dimaksud membentuk kristal yang berbentuk bunga. Namun ketika musik heavy metal diperdengarkan, akhirnya Dr Emoto mendapati bahwa Kristal air telah hancur. Dari penelitian ini akhirnya didapati kesimpulan bahwa air memiliki sifat yang bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk. Semakin kuat konsentrasi pemberi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air. Air bisa mentransfer pesan tadi melalui molekul air yang lain. Sehingga penemuan ini secara tidak langsung telah menjelaskan, kenapa air putih yang didoakan bisa menyembuhkan si sakit. Jadi anggapan musyrik yang biasanya diberikan oleh para agama Abrahamik tentang metoda penyembuhan menggunakan media air ini sudah bisa terbantahkan dengan sangat baik sebab dalam kenyataannya molekul air itu memang mampu menangkap pesan doa kesembuhan, menyimpannya, lalu vibrasinya merambat kepada molekul air lain yang ada di tubuh si sakit. Tubuh manusia memang 75% terdiri atas air. Otak 74,5% air. Darah 82% air dan Tulang yang keras pun mengandung 22% air. Oleh karena itu bisa dibayangkan betapa besar manfaat yang akan diterima oleh tubuh jika setiap hari kita mau dan mampu memberikan air yang telah membentuk pola dan Kristal baik , untuk kesehatan kita.



Beranjak dari kesadaran itu pulalah maka Sai Study Group Singaraja yang memang telah memiliki agenda rutin untuk membantu kegiatan Palang Merah Indonesia (PMI) guna menjamin ketersediaan darah bagi mereka yang membutuhkan, kembali mengadakan kegiatan donor darah sebagai salah satu bentuk nyata dari Yajna, Seva, atau pelayanan kepada umat manusia.
Walaupun kegiatan seperti itu bukan hanya dilakukan oleh Sai Study Group, namun ada nilai ples dan inspiratif yang mungkin belum banyak orang melakukannya yakni memulai kegiatan itu dengan menchantingkan doa bersama dan sesudahnyapun terus diiringi oleh music ketuhanan maupun pelantunan lagu-lagu kerohanian sehingga jika mengacu kepada penemuan Dr Emoto maka darah yang akan disumbangkan itu benar-benar bisa menjadi suatu persembahan yang satvika. Sebab bisa dibayangkan bahwa jika air di luar tubuh saja mampu menangkap pesan serta membentuk pola Kristal yang baik saat diberikan kata-kata indah dan suci maka tentulah air ataupun darah di dalam tubuh akan membentuk hal yang sama jika pikiran digiatkan untuk menikmati alunan kidung suci pada saat dimaksud. Sebenarnya inilah salah satu wujud nyata pelaksanaan yajna dalam hal ini manusa yajna yang bisa dilakukan secara sederhana tanpa mengeluarkan biaya apapun.

Selama ini banyak orang beranggapan bahwa Yajna atau korban suci hanyalah berupa serangkaian banten yang dihaturkan kepada Tuhan pada saat perayaan hari besar keagamaan ataupun ketika ada moment yang berhubungan dengan tradisi yang berkaitan dengan keyakinan agama misalnya upacara tiga bulanan ataupun ritual Ngaben untuk sanak keluarga yang telah meninggal. Singkatnya pengertian yajna sudah menjadi lebih dipersempit lagi menjadi sebuah persembahan yang dilandasi dengan keikhlasan yang berhubungan dengan kegiatan ritual dari Panca Yajna.
Pernyataan itu tentu tidak salah walaupun juga tidak bisa dikatakan benar seratus persen. Sebab meyajna atau melakukan sesuatu sebagai suatu persembahan atau pengorbanan suci yang dilandasi ketulusan bukan hanya menyangkut ritualistik dan upakara semata. Karena sesungguhnya ada begitu banyak hal yang bisa diperbuat sebagai kebaikan untuk membantu meringankan kesusahan orang sekaligus memberikan efek kebahagiaan bagi diri sendiri maupun mereka yang kita bantu. Ambillah contoh nyata sehari-hari, ketika kita melihat ada batu di tengah jalan lalu kita tergerak meluangkan waktu untuk berhenti dan membuang batu itu ke tepi maka ini juga bisa dikatagorikan sebagai yajna atau pengorbanan waktu untuk menyelamatkan orang lain yang mungkin bisa terpeleset jika melindas batu itu. Contoh lainnya adalah saat kita dipertemukan dengan kaum gepeng (gelandangan pengemis) yang tengah meringkuk di emper toko dengan pakaian lusuh dan tanpa selimut. Jikalau kita mau mengambil kesempatan yang diberikan oleh Tuhan itu untuk berbuat kebaikan, maka itu tentu akan dinilai Tuhan sebagai bentuk Yajna yang langsung diterima dan dicatat oleh-Nya.

Mengingat tujuan utama dari meyajna adalah untuk memperoleh kebaikan bagi orang lain dan juga diri sendiri, maka pengertian yajna dalam makna kekinian semestinya terus lebih bisa dikembangkan sebagai usaha dan tindakan nyata bagi manusia untuk menyadari jati dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang harus tumbuh dalam prinsip Tat Tvam Asi. Sehingga ketika menyadari hal ini maka akan timbul suatu gagasan untuk terus membuat kebaikan bagi orang lain sebab dengan begitu orang lain juga akan bertindak sama guna membuat kebaikan bagi diri kita. Inilah karunia tidak langsung dari Sang pencipta sebagai hasil dari pelaksanaan Yajna atau persembahan kebaikan kepada Tuhan dalam wujud mahluk ciptaan-Nya sebab melayani manusia adalah juga melayani Tuhan (Manava Seva Madhava Seva

Rabu, 18 Juni 2014

Keyakinan pada nama Tuhan

Setelah memenggal 10 kepala Rahwana dan membebaskan Sita, Rama dan Wibisana serta beberapa pengikutnya yangg tersisa kembali ke Ayodya. Setelah penobatannya selesai, semua undangan kembali ke rumahnya masing-masing.
Wibisana atas kehendak Rama harus tinggal  beberapa lama lagi, masalahnya sekarang, bagaimana pengikut Wibisana kembali ke alengka karena jembatan (Situbanda) yang akan dilalui telah dimusnahkan.
Bagi Wibisana hal tersebut mudah diatasi. Kemudian ia mengumpulkan daun-daun kering dan menulis nama "SRI RAMA" dan menaruhnya dalam sebuah simpul sepotong kain dan meminta pengikutnya untuk menggenggam dan Wibisana berkata "Peganglah simpul ini dengan kuat dan celupkan ke dalam samudra yang akan memberimu keselamatan".

Dengan kepercayaannya, para raksasa memegang simpul itu kuat-kuat dan menyebur ke dalam laut dan alangkah ajaibnya, yaitu dalamnya lautan menjadi hanya sebatas lutut. Para raksasa dengan mudah menyebrangi laut menuju ke seberang lainnya.
Tetapi begitu sampai di tengah laut, semacam keangkuhan diri dan ketidakpercayaan diri melandanya dan merampas berkat dari junjungannya. Dia berpikir "Apa mungkin yang ada di dalam simpul junjunganku ini yang bekerja ajaib semacam ini?".
Segera muncul keingintahuan terhadap isi yang terdapat dalam kain tersebut dan ia membukanya untuk melihat isinya. Kemudian hanya dengan melihat daun kering itu saja membuat mereka tertawa dan mengejeknya. Lalu ketika ia melihat nama "SRI RAMA" tertulis disana, sikap sombongnya bertambah besar dan membuatnya ragu-ragu : "Apa pula ini? Dapatkah nama ini menggerakkan malapetaka semacam itu di samudra ini?"
Tidak berselang lama gelombang laut yang buas tiba-tiba muncul di hadapannya dan menelan raksasa itu ke tengah laut.
Cerita tersebut diatas hanyalah salah satu dari sekian banyak hal yang membuktikan efektivitas nama "TUHAN" yang bila dilakukan dengan penuh rasa percaya akan mengubah keragu-raguan dan ketidakpercayaan.
Kepercayaan merupakan faktor utama dijalan bhakti. Tidak ada bhakti tanpa kepercayaan.