Senin, 22 April 2013

Problematika Kali yuga





Padma Purana menyatakan bahwa di alam semesta material ini ada 8.400.000 (delapan juta empat ratus ribu) jenis badan jasmani sesuai dengan tingkat kesadaran (keinsyafan diri) sang makhluk hidup (jiva).
Badan-badan tersebut (sebagaimana telah dijelaskan diatas) disediakan oleh Sri Krishna sebagai sarana (baju, kendaraan atau tempat tinggal) bagi sang makhluk hidup (jiva) untuk menikmati alam material  dalam ikhtiarnya hidup bahagia secara terpisah dari-Nya.

Badan jasmani jenis manusia mencakup badan jasmani Deva (Sura), Asura, Gandharva, Apsara, Kinnara, Kimpurusa, Carana, Yaksa, Rakasasa, Pisaca dan berbagai makhluk halus seperti Vetala, Yatudhana dan ber macam-macam Bhuta.
Jenis-jenis badan jasmani setiap mahluk hidup ini diberikan kepada sang jiva sesuai dengan karmanya.

Veda menyatakan,”Durlabham manusam janma, kelahiran dengan badan jasmani manusia amat sulit diperoleh (Bhagavata Purana 7.6.1). Nrjanma akhila janma sobhanam, lahir dengan badan jasmani manusia adalah paling berharga dari semua jenis kelahiran (Bhagavata Purana 5.13.21)”.
Badan jasmani manusia adalah bagaikan perahu yang sangat baik dan cocok untuk menyeberangi samudra kehidupan material yang menyengsarakan. Sang guru kerohanian = nakhoda andal, dan ajaran Veda = angin bagus yang mendorong perahu ke tempat tujuan yaitu alam spiritual Vaikunthaloka (perhatikan Bhagavad Gita 4.34).


Bila seseorang tidak memanfaatkan badan jasmaninya sebagai manusia untuk melakukan kegiatan spiritual pelayanan bhakti kepada Tuhan, maka praktis dia berkegiatan  seperti binatang yaitu hanya sibuk dalam urusan makan, tidur, berketurunan dan bertahan diri. Akibatnya, dia tetap terjerat dalam lingkaran samsara. Oleh karenanya setelah mendapatkan badan manusia dari sekian panjang evolusi panjang yang pernah dan telah dijalani sang roh, kita seyogyanya bersyukur lalu mempergunakan kesempatan baik ini untuk dapat meningkatkan kwalitas hidup supaya mendapat kehidupan yang lebih baik lagi dan bukan sebaliknya, lalai akan karunia besar ini sehingga menyeret jiwa kita kembali mendapatkan badan mahluk yang lebih rendah. Sebuah pertanyaan wajib yang harus dicarikan jawab adalah tentang darimana asal kita sebagai jiwa, kemana tujuan kita setelah badan ini musnah, dan apa tugas kita terlahir ke bhumi, apakah kita disini hanya untuk membayar karma masa lalu dengan cara menikmati kehidupan duniawi? Memenuhi kebutuhan makan dan tidur, mengumpulkan kekayaan, ketenaran, serta mengejar kepuasan sensual sampai akhirnya mati sia-sia seperti dulu? Ataukah ada tujuan yang lebih mulia daripada sekedar memburu kesenangan sesaat demikian ?

Jiv jago…jiv jago.., bangunlah wahai jiwa-jiwa mulia, lepaskan diri kita dari buaian ilusi maya. Fajar telah menyingsing dan mentari pagi dalam wujud Sad Guru telah muncul untuk mengusir kegelapan (Avidya) dalam pikiran kita. Yang perlu kita lakukan sekarang hanyalah membuka pintu hati selebar-lebarnya dan membiarkan sinar mentari dalam wujud ajaran-ajaran Guru kerohanian Sathya Sai masuk lalu menerangi seluruh bagian dalam ruang hati kita. Karena hanya dengan cara ini hati kita bisa diterangi, dan dibersihkan sehingga layak untuk menjadi tempat tinggal beliau yang maha suci. Kita tidak perlu meragukan  apakah beliau mampu melakukannya, apalagi dengan menyangsikan tentang keilahian beliau hanya karena Ia kini memakai wujud serta bertingkah laku sebagaimana manusia biasa. Tuhan sebagai yang maha Kuasa tentu saja bisa melakukan semuanya walaupun dengan kehendak-Nya saja. Namun karena kasih sayang-Nya yang melimpah, akhirnya kita diberi kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam misi ini sehingga hidup kitapun akan tersucikan.

Dharma (kebenaran) adalah nafas hidup alam semesta. Ia ibarat putra mahkota bagi sang raja, sehingga jika kezaliman mengganggunya, sang raja akan menyelamatkannya. Dalam hal ini mungkin akan timbul pertanyaan, kenapa Tuhan harus mewujudkan diri sebagai manusia? Bhagavan Baba mengatakan bahwa orang tua yang ingin menyelamatkan anaknya yang sedang tenggelam harus terjun ke dalam air. Tuhan juga harus hadir dalam wujud sebagai manusia agar setiap kata dan tindakan-Nya bisa dimengerti oleh manusia. Dharma ibarat anak kesayangan bagi sang raja, sehingga ketika melihat Dharma sudah dalam keadaan bahaya, maka Tuhan harus turun tangan sendiri melakukan pertolongan walaupun ia sendiri bisa memerintahkan para abdi-Nya untuk melakukan penyelamatan. Hal ini didorong oleh rasa kasih sayang yang teramat terhadap dharma. Kedatangan beliau adalah untuk memperbaiki jalan raya kuno yang menghantarkan manusia pada Tuhan dengan menghidupkan dan mengungkapkan kebenaran serta kemurnian dari kitab suci semua agama. Beliau telah datang untuk menaburkan benih iman pada Tuhan dan agama sehingga nantinya orang hindu setelah mendapat falsafah Sai bisa menjadi umat hindu yang sesungguhnya, orang budha bisa menjadi budhist yang sejati, umat Kristen bisa menjadi seorang kristiani sejati, begitupun umat islam agar bisa menjadi muslimin yang taqwa serta mengerti kitab sucinya dengan baik. Jadi tidak benar jika ada yang beranggapan bahwa Sai Baba datang untuk membuat agama dan kepercayaan baru serta ingin merubah keyakinan yang sudah ada. Semua agama memiliki esensi yang sama yakni mengajarkan pengikutnya untuk bisa menumbuhkan kasih sayang kepada Tuhan dan semua ciptaan-Nya.
There is only one religion, the religion of love
There is only one caste, the caste of humanity
There is only one God, He is omnipresent.
Sesungguhnya hanya ada satu agama, yakni agama yang mengajarkan cinta kasih sayang walaupun  dalam beberapa kelompok dinamai dan dilaksanakan dengan tata cara yang berbeda. Kasta juga hanya satu yakni kasta atau ras manusia. Jadi menyatakan diri lebih tinggi  derajatnya dari yang lain hanyalah merupakan kebodohan semata sebab semua entitas hidup tersusun dari unsure yang sama, hidup dalam bhumi yang sama, menghirup udara yang sama, dan juga mendapat kehangatan dari matahari yang sama. maka sesungguhnya semua manusia itu bersaudara- Vasudaiva Kutumbhakam. Orang disebut mulia bukan karena factor keturunannya melainkan karena sifat dan tingkah lakunya dimasyarakat. Tuhan juga disebutkan hanya satu, Ia yang berada dimana-mana dan maha segalanya baik Ia dikenal dengan nama Allah, Yesus, Budha, Hyang Vidhi, dll. Seperti halnya matahari yang satu tetapi dikenal dengan banyak nama di berbagai tempat.

SSG atau kelompok pembelajaran wacana Sai, bukan Sampradaya yang mengkultuskan pemujaan kepada 1 wujud Tuhan, SSG dibentuk guna mewadahi para peminat spiritual dalam memaknai hidup tanpa mengenal batasan umur, status social, ataupun agama. SSG bukan organisasi misionaris yang berusaha mengajak dan mencari orang-orang agar masuk ke dalam kelompok ini  Semua orang boleh bergabung atau berhenti setiap saat tanpa ada pengikat apapun. SSG juga bukan suatu aliran atau kelompok yang mempelajari ilmu kesaktian dan kekuatan fisik. SSG bukan lembaga penghimpun dana, sebab dalam organisasi tidak pernah ada pungutan iuran wajib atau sejenisnya. Semua biaya untuk operasional dan kegiatan organisasi sepenuhnya didapat dari hasil punia dan program C.O.D. SSG cenderung melaksanakan pelayanan bhakti dengan member bukan menerima (Give and forget). Disamping itu, organisasi juga berfungsi sebagai media social untuk berinteraksi satu sama lain, sehingga semua yang datang bisa berbagi pengalaman spiritual. Ibarat nyala jyotir (keyakinan) yang masih redup dalam masing-masing individu, akan bisa menjadi lebih terang jika berkumpul bersama dalam keyakinan yang sama dan dalam getaran spiritual yang lebih besar di organisasi.

Seseorang dengan kesibukan material yang menumpuk, sedapat mungkin harus bisa membagi waktu agar tidak terlalu larut dalam pekerjaan duniawi yang akhirnya dapat mengundang sifat tamas ke dalam pikiran dan akhirnya menenggelamkan kita kepada masa-masa gelap (Dark period) dengan ditandai oleh keinginan yang menurun untuk datang ke center, kecenderungan malas untuk membaca buku-buku spiritual ataupun malas untuk berkumpul dengan para bhakta guna membicarakan kerohanian. Memang Tuhan yang Maha Esa itu hadir dimana-mana dan meliputi segalanya sehingga dimanapun kita memuja beliau, disanalah beliau pasti hadir untuk member tanggapan. Tetapi dalam hal peningkatan spiritual, ada ketentuan dan aturan khusus yang perlu lebih diperhatikan seperti halnya saat perawat/dokter melakukan donor atau transfuse darah hanya pada tempat-tempat yang dibenarkan oleh para ahli dan bukannya di sembarang tempat, walaupun semua tubuh dialiri darah dan darah mengalir di semua bagian tubuh.

Kaleer dosa nidhe radjan… Di jaman Kali ini, kegiatan berdosa sudah hampir menjadi kegiatan sehari-hari bagi penduduk bhumi. Hingga membuat Bhumatta (Ibu Pertiwi) sangat terbebani dan menderita dan sebagai akibatnya, aneka bencana dan malapetakapun terjadi untuk mengingatkan manusia. Sifat-sifat raksasa dalam diri manusia yang mewujud dalam bentuk keserakahan, iri hati, dengki, ego, amarah, sifat malas serta kecenderungan diperbudak oleh candu, miras, dan kenikmatan seksual telah menjadikan dharma kini hanya bertopang pada satu kaki saja. Tindakan cepat harus dilakukan untuk menyelamatkan dharma. Dunia adalah bhusana dan badan Tuhan, dharma merupakan nafas. Dan sekarang kanker (sifat-sifat raksasa dalam diri manusia) kembali sudah berada dalam tubuh dan itu harus disingkirkan. Apakaha kankernya dapat diobati ataukah harus dilenyapkan dengan melakukan operasi, dengan kata lain haruskah ada peperangan dan malapetaka besar untuk menyaring manusia agar yang tersisa mau belajar untuk lebih menghargai alam, berketuhanan, serta hidup rukun dalam persaudaraan dan kedamaian?. Mari berdaya gunakan penjelmaan sebagai manusia ini dengan baik. Memurnikan jiwa ini dengan cara mengabdi kepada Tuhan dan bukan kepada dunia sehingga dengan ini kita bisa lebih dipantaskan untuk tetap menjadi abdi beliau. Bukankah di jaman Treta, para rsi-pun rela terlahir sebagai kera hanya agar mereka bisa mendapatkan Dharsan, Sparsan, dan Sambhasan dari Tuhan Sri Rama. Kita tidak perlu berkecil hati bahwa mungkin kita tidak punya cukup deposito karma baik untuk hal ini. ingatlah bahwa Tuhan tidak semata-mata melihat kwalitas (jumlah dari persembahan dan pelayanan)  yang kita beri, tapi yang lebih penting adalah Kwalitas (niat tulus dan kesungguhan hati kita) dalam melakukan pelayanan dimaksud.
Oleh : Wira Hari
J-Ram

Tidak ada komentar:

Posting Komentar