Rabu, 23 Oktober 2013

Sai Avatar Declaration



63 tahun lalu di tanggal yang sama yakni 20 Oktober 1940, Bhagavan Sri Sathya Sai Baba yang masa kanak-kanakNya dipanggil dengan nama Sathya Narayana Raju, membuat sebuah kejadian penting dengan menyatakan siapa diri beliau yang sesungguhnya. Sebuah Deklarasi tentang keilahian-Nya sebagai seorang Avatar yang telah datang kembali dalam wujud sebagai manusia untuk memimbing kembali manusia kepada sisi kemanusiaannya yang semakin hari semakin terlupakan. Hal ini terbukti dari kondisi kehidupan yang semakin memburuk karena ulah manusia yang sudah keluar dari rel Dharma. Perang atas nama agama, pengekploitasian alam, serta berbagai bencana lain yang terjadi akibat ulah manusia harus segera mendapatkan pemulihan. Oleh karena itulah Bhagavan Sri Sathya Sai Baba turun untuk mengajarkan kembali 5 nilai dan prinsip dasar dari kemanusiaan yang beliau sebut sebagai Panca Pilar yakni Sathya atau Kebenaran, Dharma = Kebajikan, Shanti = Kedamaian, Prema = Kasih sayang, dan terakhir yakni Ahimsa atau Sikap tanpa kekerasan.

Hal inilah kiranya yang telah dipandang sangat urgent untuk dipulihkan pada jaman Kali ini, sehingga point ajaran Beliau yang kemudian dituangkan ke dalam 3 bidang utama organisasi seperti Bidang Spiritual, Bidang Pendidikan, dan Bidang Pelayanan, akan tetap menjadi acuan serta bagian dari Misi kegiatan dalam organisasi Sathya Sai.
 
On the way to Pendistribusian sembako
Bro Sanjay menyampaikan paket sembako
Guna ikut berpartisipasi dalam Misi Suci Ilahi inilah maka seluruh Sai Bhakta  akhirnya mewujud nyatakan kesempatan guna menjadikan diri Instrument Sad Guru dengan melakukan berbagai kegiatan Seva atau Pelayanan kepada saudara-saudara yang lain pada saat “ Sai Avatar Declaration” ini. SSG Singaraja sendiri telah melakukan 2 buah kegiatan social kemanusiaan pd hari ini yakni dengan memberikan paket “Sembako” untuk beberapa keluarga kurang mampu menjelang perayaan Hari raya besar Hindu “Galungan dan Kuningan”. Tentu saja dalam hal ini, Tim Narayana Seva harus bekerja keras untuk melakukan pendataan agar Seva yang diberikan bisa Tepat guna dan Tepat sasaran sesuai dengan Kriteria bagi mereka-mereka yang layak mendapatkan bantuan misalnya saja :
1) Rumah tidak di plester, belum mendapatkan Semenisasi atau bahkan masih memakai bedeg bambu
2). Kesanggupan untuk menghidupi tanggungan
3). Kondisi kesehatan
4) Status dalam keluarga (Tertanggung atau tidak).
5). Jumlah penghuni rumah dengan ruang yang tersedia.
Bro. Sumaliasa sedang membagi kasih Svami
 
Ngatur strategi untuk mencapai tujuan, karena jalannya lumayan ekstrem
Nah. Dari beberapa point kriteria utama diatas, Tim Narayana Seva berhasil menciduk beberapa target dengan kondisi yang memang sangat layak untuk dibantu. Terbukti dari semua keluarga itu hampir semua masih memakai kayu bakar untuk memasak, rumah yang masih memakai campuran tanah atau bedeg, janda tua yang tidak tertanggung ataupun yang sakit. Apalagi saat menelusuri medan yang cukup menantang karena harus menuruni sungai guna melakukan pendistribusian. Tapi inilah ajaran Sai yang akan menggugah rasa simpati dan empati kita untuk bisa lebih bersyukur akan keadaan dan juga untuk mengerti indahnya berbagi kepada sesama.
 
Bro Wira belajar menikmati rasa syukur di wajah orang-orang yg menerima bantuan.
Sesi Seva yang lain di hari yang sama juga tengah dilaksanakan oleh komunitas Sai Korwil VII wilayah Bali Utara untuk melakukan “Bedah Rumah” di desa Sidatape Kabupaten Buleleng. Hadiah itu diberikan kepada Brother Kanot selaku ketua SSG Sidetapa yang beberapa minggu lalu oleh tuntutan Karma diharuskan  membayar karma wasananya dalam sebuah insiden kecelakaan namun karena pelayanannya yg  juga tak sedikit pada kehidupan sekarang, menjadikan rahmat dan kasih sayang Svami ikut menimpalinya menjadikannya sebuah “Karunia” ya.. mungkin inilah yg diistilahkan dengan “Musibah yang menjadikannya sebagai Berkah”. Semoga rumah pemberian Svami ini bisa menjadi naungan bagi penghuninya dalam kelimpahan duniawi maupun spiritual. Jay..Sad Guru Bhagavan Sri Sathya Sai Baba.

Minggu, 15 September 2013

BERBAGI KASIH



Sebagai rangkaian untuk memperingati Hari Kelahiran Sad Guru Bhagavan Sri Sathya Sai Baba, panitia HUT sudah menyusun beberapa kegiatan yang berhubungan dengan ketiga bidang organisasi. Khusus untuk wing pelayanan (Seva), SSG Singaraja melakukan kunjungan ke Panti jompo Werdha, Mara Jara Pati, desa Kaliasem pada hari  Minggu, 15 September 2013. Ini adalah ketiga kalinya SSG singaraja melakukan kegiatan social untuk berbagi kasih dan keceriaan kepada para Manula yang tinggal dipanti.

Sebagaimana kata sambutan yang diberikan oleh pengurus, Panti Jompo ini memiliki kapasitas dan daya tampung manula sebanyak 80 orang. Tapi pada saat ini jumlah mereka telah berkurang sampai dengan 68 orang karena beberapa diantaranya telah “Berpulang”

Selain memberikan bingkisan berupa minyak hangat, susu, dan beberapa keperluan lainnya, warga SSG Singaraja juga menyempatkan diri untuk menghibur para manula ini dengan berbagai acara seperti Karaoke, dan juga pementasan jogged “konyol”. Acara ditutup dengan ramah tamah dan pemberian bingkisan oleh para adik-adik Bal Vikas guna memberikan pendidikan dini tentang pentingnya menghormati dan memperhatikan orang tua utamanya mereka-mereka yang telah lanjut usia dan membutuhkan perhatian ekstra dari kita yang masih muda

Joged ala Sathya
Karaoke bareng Mbah putri

Kamis, 12 September 2013

IS THAT MIRACLE…?



Memperingati hari suci yang ditujukan untuk memberikan penghormatan mengkhusus kepada Sri Maha Ganesh, pada saat perayaan Hari raya Ganesha Caturiti, Sai Study Group Singaraja melakukan rutinitas abhisekam pada murti beliau yang berada di halaman Sai Center.
Tentu saja perayaan semacam ini bukanlah yang pertama kalinya digelar oleh kelompok study spiritual yang mengusung ajaran Sai sebagai pondasi dasarnya. Namun begitu, ternyata hari ini memberi nuansa special bagi mereka yang ikut hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan itu.
Abhiseka yang dimulai dari jam 19.00 wita itu sepintas Nampak seperti kegiatan biasanya, sampai pada saat tabur bunga dengan mengucapkan 108 nama Ganesha, seorang Bal Vikas mengatakan bahwa Ia melihat kilasan cahaya yang sangat gemilang berkelebat menuju Ganesha. Hal ini kemudian diperkuat lagi dengan sebuah gambar yang tertangkap kamera ponsel milik seorang bhakta, yang mana setelah dikaji dan dicocokkan dengan rangkaian photo sebelum dan sesudahnya, ternyata photo yang satu itu memiliki keistimewaan tersendiri. (Silahkan perhatikan baik-baik, attachment photo dimaksud)


Cahaya itu bukan cahaya lampu, karena cahaya lampu pasti akan memudar spt dalam photo lainnya. Cahaya itu juga terputus hanya sampai di wajah Sri Maha Ganesha dan tidak membias ke bagian bawahnya walaupun ada celah untuk itu.
Terakhir, cahaya ini juga bukan kerjaan Photoshop. Silahkan cek keasliannya.


So. Apakah itu sebuah penampakan Ilahi…? Is that a miracle….?. Apapun hal yang kita pakai untuk menyebut dan melukiskan hal tidak biasa yang terjadi memang seringkali kita katagorikan sebagai sesuatu yang amazing, mengherankan, dan mujizat.  Tapi tentu saja hal seperti ini bukanlah sesuatu yang baru yang membuat kita berhenti untuk melakukan pencarian dari sesuatu yang lebih penting dalam spiritual, sebab Bhagavan Sri Sathya Sai Baba mengatakan bahwa Miracle hanyalah segelintir saja dari kemuliaan dan kemaha-kuasaan beliau, guna meyakinkan bhakta-Nya untuk menegaskan kehadiran beliau pada saat saat suci dimana kemuliaan nama Tuhan diucapkan.

Miracle hanyalah sebuah kartu nama untuk memperjelas sekaligus menguatkan keyakinan dan sradha bhakta bahwa sesuatu yang dilakukan demi tujuan baik pasti akan selalu mendapat pemberkatan dari-Nya. Semoga peristiwa ini semakin membuat kita semua yakin bahwa Svami selalu bersama bhakta-Nya sebagai pelindung dan pembimbing menuju cita-cita akhir yakni mengetahui kesejatian diri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Divinity.

Selesai Abhiseka, acara kemudian dilanjutkan dengan mengidungkan lagu-lagu pujian tentang Sri Maha Ganesha dan juga Sharing tentang Historical kegiatan ini serta pemaknaan Ganesha beserta semua atributNya. (J-Sairam)

Jumat, 19 Juli 2013

Upanayana di Sai Center Singaraja.



Pada hari ini Jum’at 19 Juli 2013, SSG Singaraja kembali melakukan kegiatan rutin Upanayana bersama bagi seluruh anak yang baru akan memulai masuk sekolah. Namun demikian panitia juga memberikan keluangan bagi mereka-mereka yg baru akan memasuki tingkatan kelas yg baru, sekolah baru, ataupun kampus baru. Upacara ini dilakukan setiap tahun yg dirangkaikan pula dengan rutinitas Abhiseka Sri Maha Ganesh di pelataran samping SSG SIngaraja.

Sekilas tentang makna upacara suci Upanayana…



Upanayana adalah samskara atau ritual seremonial dimana seorang anak diupacarai  dengan "benang suci" dan yang mana saat itu mereka diinisiasi ke dalam pelantunan Gayatri Mantra. Gayatri paling suci dari semua mantra dan merupakan warisan tak ternilai yang diturunkan kepada umat manusia oleh kaum  bijak waskita kuno. Hanya setelah upanayana dilakukan, anak itu bisa memenuhi syarat atau diperbolehkan untuk mempelajari Veda. Samskara ini menandakan kelahiran kembali secara rohani orang dimaksud. Setelah Upanayana dilakukan maka anak yg bersangkutan dikatakan telah menjadi dvija yaitu lahir untuk kedua kalinya (Pertama kelahiran dari rahim seorang ibu kandung dan yg kedua lahir dari sastra Veda) 

Secara etimologis, kata upanayana berarti 'mengambil posisi mendekat' atau 'menuju' atau 'memulai'. Pada jaman dahulu upacara Upanayana ini mendapatkan perilaku yang diikuti secara ketat, seorang ayah yang melakukan ritual ini (upanayana) akan memulainya dengan menginisiasi putranya dalam nyanyian mantra Gayatri. Proses ini disebut sebagai brahmopadesa. Segera setelah Upanayana, ayah akan memimpin Brahmachari muda untuk seorang guru yang dipilih dan meninggalkan dia di sana di bawah asuhan guru. Kemudian sang anak dari saat itu tinggal di Gurukula, melayani semua kebutuhan acharya yang mengajarinya Veda dan Upanishad dan kitab suci lainnya. Dengan demikian upacara upanayana terbuka untuk Brahmachari muda, suksesi gerbang menuju tujuan akhir dari eksistensi manusia - realisasi Tuhan. Dalam skema dari empat asramas/ tingkatan hidup yang ditentukan dalam kitab suci bagi seorang individu, upacara upanayana menandakan masuknya pemuda ke dalam asrama pertama - yaitu brahmacharya. 

Idealnya, ritual ini (samskara) yang akan dilakukan ketika anak itu baru melewati usia tujuh tahun. Dalam hal apapun penobatan dengan benang suci tidak boleh ditunda melampaui tahun keenam belas, yaitu dia harus diinisiasi ke dalam nyanyian mantra Gayatri sebelum mulainya masa remaja.           

 


Gayatri adalah mantra berdoa untuk bimbingan ilahi untuk menginspirasi dan menerangi akal sehingga jiva dapat mengetahui diri sejatinya, atma tersebut. Tenses dalam mantra Gayatri menunjukkan bahwa kita harus merenungkan kemuliaan Tuhan tertinggi yang merupakan perwujudan dari pengetahuan dan cahaya, yang merupakan Remover dari Ketidaktahuan. Ini adalah ibu dari semua mantra, dan ketika diucapkan dengan pengabdian dan single-minded konsentrasi dan kemurnian, lalu mengambil pelantun untuk kebahagiaan akhir dari pengetahuan tentang Kebenaran Agung, yang disebut Brahman.           

Maharsi Bhisma, sambil memuji kebesaran Gayatri dari tempat tidurnya pernah menyatakan,  bahwa dimana Gayatri diucapkan, maka kematian sebelum waktunya yg melibatkan kinerja penguburan untuk anak-anak dengan orang tua mereka tidak akan terjadi". Jadi itu adalah doa bagi kesejahteraan yang universal yang dicontohkan untuk dipakai sebagai kepercayaan yang suci.   
Gayatri mantra ini harus dinyanyikan dengan cara yang ditentukan, tiga kali sehari, sebagai bagian dari kewajiban agama yang disebut Sandhyavandana, dilakukan untuk semua dvijas. Sandhyavandana adalah latihan sehari-hari guna menenangkan pikiran untuk meditasi pada kebenaran tertinggi yang ditunjukkan oleh Gayatri. Karena pentingnya hal ini sebagai praktek spiritual, sastras telah menyatakan keutamaannya dengan tegas, sampai-sampai tidak ada pengecualian yang disediakan dan tidak ada penyimpangan yang diizinkan. Itu harus pasti dilakukan tiga kali sehari sepanjang hidup seseorang.
Benang suci dengan yang dikalungkan pada kesempatan suci upanayana dapat diibaratkan dengan sebuah sirkuit listrik. Bahkan sebagai titik kebocoran dalam rangkaian listrik akan menghasilkan energi listrik berharga yang mengalir keluar, benda seperti kunci atau cincin terikat dengan benang suci, berfungsi sebagai titik kebocoran melalui mana yg bersangkutan harus berhati-hati mengumpulkan kekuatan spiritual Gayatri agar malah tidak membuang-buangnya. Oleh karena itulah maka benang suci itu harus dijaga baik sehingga terbebas dari kekotoran dan kontaminasi dengan benda lain sehingga ia harus dipakai setiap saat. 



Pada zaman dahulu kala, para Brahmachari berkeliling di jalan-jalan memanggil bhavati bikshaandehi ',' tolong beri saya sedekah '. Selama upanayana pada hari itu, semua hanya dilakukan secara simbolis saja. Memang benar bahwa dalam situasi seperti sekarang-, masa Brahmachari tidak dapat berlatih mengemis untuk hidup. Hal ini sesungguhnya dipesankan sebagai sarana untuk menanamkan dalam pikiran Brahmachari muda rasa kerendahan hati dan ego menekan seseorang. Di masa lalu, praktek mencari sedekah oleh Brahmachari dalam Gurukula membuatnya rendah hati, terlepas dari status keluarganya tinggi atau rendah, kaya atau miskin. Di atas semua, itu dimaksudkan untuk memungkinkan Brahmachari muda untuk menumbuhkan pengekangan indra yang begitu sangat diperlukan untuk mempelajari pengetahuan Weda.