Suatu hari seorang pertapa yang mengenakan jubah kuning kebetulan masuk
di sebuah desa yang penuh orang atheis. Ia menjumpai sekelompok anak
muda durhaka yang menantangnya agar memperlihatkan bahwa Tuhan yang
dipujanya benar-benar ada. Ia berkata bahwa ia sanggup, tetapi sebelum
melakukannya ia minta secangkir susu.
Ketika susu itu dibawa kehadapannya, tidak diminumnya, tapi ia duduk
memandangnya, lama dan diam, dengan rasa ingin tahu yang meningkat
anak-anak muda itu kehilangan kesabarannya.
Mereka menjadi semakin ribut. Pertapa itu berkata kepada mereka, "Tunggu
sebentar. Aku pernah diberi tahu, katanya ada mentega di dalam susu,
tetapi dengan terpaksa aku mengatakan bahwa yang di dalam cangkir ini
tidak ada menteganya, karena aku sama sekali tidak melihat bagaimanapun
aku bersungguh-sungguh memandangnya!".
Anak muda itu mentertawakan kebodohannya dan berkata, "Goblok! Jangan
membuat kesimpulan yang sedemikian tidak masuk di akal. Dalam setiap
tetes susu terkandung mentega. Itulah yang menyebabkan susu itu amat
berguna bagi tubuh. Jika engkau mau melihatnya sebagai wujud kongkret
yang terpisah, engkau harus merebusnya, mendinginkannya, menambah susu
asam dan menunggu sampai beberapa jam sampai membeku kemudian
mengocoknya dan menggulung butiran-butiran mentega yang mengapung".
"Ah", kata pertapa, "Dengan demikian tugasku untuk memperlihatkan Tuhan
kepadamu menjadi lebih mudah!. Tuhan ada dimana-mana, ada di dalam
setiap mahluk, di dalam setiap atom jagad raya. Karena DIA ada maka
segala ciptaan ini ada dan kita dapat melihat, mengetahui serta
menikmati semua itu. Untuk melihat-NYA sebagai wujud yang kongkret,
engkau harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan dengan
sungguh-sungguh, tekun dan tulus. Maka pada akhir semuanya, engkau dapat
mengalami rahmat dan kemuliaan-NYA.
Sai Vidya Prashanti
Kamis, 02 Oktober 2014
Kamis, 25 September 2014
Chinna Katta : Jangan terlalu cepat menyalahkan orang
Kisah ini terjadi ketika Sri Rama sedang sibuk dalam pertempuran yang dahsyat di Langka melawan Rawana.
Pada suatu hari ketika pertempuran sudah hampir selesai, seorang anak yang digendong dipinggul seorang raksasi, terluka karena kena panah nyasar. Ibunya menjatuhkan anak itu dan melarikan diri.
Melihat itu, Lakshmana berkata kepada Rama, "Lihatlah Kak, betapa tidak berperasaannya para raksasi ini!. Mereka bahkan tidak mencintai anaknya sendiri"
Rama menjawab dengan tenang, "Dik, jangan terlalu cepat menyalahkan orang lain dan dengan kasar pula. Raksasi itu mungkin mempunyai suatu alasan sehingga ia melarikan diri seperti itu. Pergilah kepadanya dan tanyakan sendiri mengenai hal itu".
Lakshmana memberi salam kepada Raksasi itu dan bertanya tentang sikapnya yang tidak pantas. Ia menjawab, "Kami memang raksasi, tetapi tidak semuanya jahat. Bagaimana dg Wibhisana, apakah ia tidak mencintai Rama?. Apakah ia tidak baik?. Apakah anda kira diantara kalian, manusia tidak ada raksasa juga?
Jangan terlalu cepat mengecam dan menyalahkan orang lain. Akan saya katakan kepada anda mengapa saya tinggalkan anak saya yang terluka parah. Jika ini persoalan moksa, masing-masing adalah satu unit, apakah itu ibu dan anak atau suami dan istri, setiap orang akan mengikuti jalan masing-masing dan cepat atau lambat akan mencapai tujuannya sesuai dengan perbuatannya.
Saya harus mencari keselamatan saya. Ketika saya tahu bahwa anak saya pasti akan mati, mengapa saya harus mengurusinya dan berlama-lama di medan perang?. Saya mungkin akan terkena panah. Saya belum ingin mati. Saya ingin tetap hidup agar bisa dibawa sebagai tawanan ke Ayodya oleh Sri Rama. Dengan demikian saya akan mendapat berkah dharsana Rama yg akan menyelamatkan saya dari lingkaran kelahiran dan kematian".
Lakshmana memberi hormat kepada raksasi itu dan mohon diri. Ia menceritakan seluruh peristiwa itu kepada Rama.
Sri Rama berkata, "Dik...! Ingatlah selalu ada kebaikan walaupun pada hal-hal yang diluarnya kelihatan jahat. Baik buruknya suatu perbuatan tergantung pada motif dibaliknya. Penilaiaan yang terlalu cepat selalu berbahaya"
Diambil dari Chinna Katta Bhagavan Sri Sathya Sai Baba
Pada suatu hari ketika pertempuran sudah hampir selesai, seorang anak yang digendong dipinggul seorang raksasi, terluka karena kena panah nyasar. Ibunya menjatuhkan anak itu dan melarikan diri.
Melihat itu, Lakshmana berkata kepada Rama, "Lihatlah Kak, betapa tidak berperasaannya para raksasi ini!. Mereka bahkan tidak mencintai anaknya sendiri"
Rama menjawab dengan tenang, "Dik, jangan terlalu cepat menyalahkan orang lain dan dengan kasar pula. Raksasi itu mungkin mempunyai suatu alasan sehingga ia melarikan diri seperti itu. Pergilah kepadanya dan tanyakan sendiri mengenai hal itu".
Lakshmana memberi salam kepada Raksasi itu dan bertanya tentang sikapnya yang tidak pantas. Ia menjawab, "Kami memang raksasi, tetapi tidak semuanya jahat. Bagaimana dg Wibhisana, apakah ia tidak mencintai Rama?. Apakah ia tidak baik?. Apakah anda kira diantara kalian, manusia tidak ada raksasa juga?
Jangan terlalu cepat mengecam dan menyalahkan orang lain. Akan saya katakan kepada anda mengapa saya tinggalkan anak saya yang terluka parah. Jika ini persoalan moksa, masing-masing adalah satu unit, apakah itu ibu dan anak atau suami dan istri, setiap orang akan mengikuti jalan masing-masing dan cepat atau lambat akan mencapai tujuannya sesuai dengan perbuatannya.
Saya harus mencari keselamatan saya. Ketika saya tahu bahwa anak saya pasti akan mati, mengapa saya harus mengurusinya dan berlama-lama di medan perang?. Saya mungkin akan terkena panah. Saya belum ingin mati. Saya ingin tetap hidup agar bisa dibawa sebagai tawanan ke Ayodya oleh Sri Rama. Dengan demikian saya akan mendapat berkah dharsana Rama yg akan menyelamatkan saya dari lingkaran kelahiran dan kematian".
Lakshmana memberi hormat kepada raksasi itu dan mohon diri. Ia menceritakan seluruh peristiwa itu kepada Rama.
Sri Rama berkata, "Dik...! Ingatlah selalu ada kebaikan walaupun pada hal-hal yang diluarnya kelihatan jahat. Baik buruknya suatu perbuatan tergantung pada motif dibaliknya. Penilaiaan yang terlalu cepat selalu berbahaya"
Diambil dari Chinna Katta Bhagavan Sri Sathya Sai Baba
Kamis, 21 Agustus 2014
Setiap tindakan Tuhan ada maknanya
Kesombongan Arjuna dihancurkan dalam peperangan oleh Krishna dengan cara
yang menarik. Pada suatu sore, ketika pertempuran hampir selesai,
Arjuna merasa bangga bahwa Krishna adalah "Sais dan Pelayannya". Ia
merasa bahwa sebagai majikan, ia harus turun dari kereta setelah Krishna
dan bukannya sebelumnya. Maka hari itu ia mendesak agar Krishna turun
lebih dulu. Tetapi Krishna keras kepala, katanya Arjuna harus turun
lebih dulu.
Setelah lama meminta, protes dan memohon, Arjuna turun dengan amat tidak rela sambil menelan kesombongannya. Kemudian Krishna turun dan tiba-tiba kereta itu terbakar!.
Krishna menerangkan alasannya, bahwa ada panah berapi dan senjata yang dilemparkan mengenai kereta, kekuatannya tidak berdaya selama Krishna masih berada didalamnya. Tetapi setelah Krishna pergi, kereta itu terbakar.
Dengan demikian Krishna menunjukkan bahwa setiap tindakan dan kata-kata Tuhan mempunyai arti dan tujuan yang tidak dapat diduga oleh manusia.
Egoisme adalah musuh yang keras kepala, dan dibutuhkan kewaspadaan yang terus menerus untuk mengalahkannya.
Setelah lama meminta, protes dan memohon, Arjuna turun dengan amat tidak rela sambil menelan kesombongannya. Kemudian Krishna turun dan tiba-tiba kereta itu terbakar!.
Krishna menerangkan alasannya, bahwa ada panah berapi dan senjata yang dilemparkan mengenai kereta, kekuatannya tidak berdaya selama Krishna masih berada didalamnya. Tetapi setelah Krishna pergi, kereta itu terbakar.
Dengan demikian Krishna menunjukkan bahwa setiap tindakan dan kata-kata Tuhan mempunyai arti dan tujuan yang tidak dapat diduga oleh manusia.
Egoisme adalah musuh yang keras kepala, dan dibutuhkan kewaspadaan yang terus menerus untuk mengalahkannya.
Langganan:
Postingan (Atom)