Setelah
sukses dengan acara pemberkatan dan doa bersama secara massal bagi pasangan
suami istri yang telah menjalani usia pernikahan mereka lebih dari ¼ abad atau
minimal 25 tahun dengan kebersamaan, Sai Study Group Singaraja kembali
mengadakan kegiatan untuk membangkitkan sekaligus menggali pesan moral tradisi
sungkeman atau di Bali dikenal dengan istilah “Nyumbah” menyembah atau bersujud
di kaki orang tua. Karena selama ini secara umum kegiatan sujud untuk
memberikan penghormatan kepada orang tua hanya dilakukan saat mereka sudah
meninggal sewaktu tubuh mereka telah terbujur kaku tanpa jiwa. Padahal
sejatinya tradisi adi luhung ini harus dilakukan jauh-jauh hari semasih orang
tua memiliki rasa dan kemampuan untuk menjalani sekaligus menanggapi maksud
dari upacara dimaksud. Di India sendiri sebagai cikal bakal budaya Hinduisme,
tradisi membasuh kaki kedua orang tua semasih hidupnya adalah sesuatu yang
boleh dikatakan wajib bagi anak-anak sebab bagaimanapun, dalam kegiatannya
sehari-hari sudah barang tentu seorang anak pasti pernah saja melakukan
kesalahan baik dalam perbuatan maupun kata-kata kepada orang tua mereka baik
itu secara tidak sengaja maupun karena lepas control demikian halnya orang tua
walaupun dipenuhi dengan kasih dalam membesarkan anaknya tapi kemungkinan
mereka pernah lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai orang tua adalah juga
merupakan hal yang pasti.
Oleh karena itulah maka tradisi bersujud kepada orang
tua sebagai tanda penghormatan dan penghargaan atas semua hal baik yang pernah
mereka lakukan demi untuk membesarkan sang anak harus terus dipelihara dan
dipertahankan. Terlebih dalam menghadapi arus jaman yang semakin keras oleh
pengaruh Kali Yuga dimana banyak kita temukan ketidak harmonisan antara anak
dan orang tua dan khususnya lagi antara mertua dan menantu padahal dalam kitab
suci semua agama telah tercantum dengan jelas tentang bagaimana pentingnya
membina keharmonisan hidup dalam rumah tangga bagi kedamaian jagat raya. Sebab
jika di masing-masing rumah tangga sebagai lingkup terkecil dari sebuah
komunitas, orang-orangnya bisa hidup tentram dan saling menghormati, maka tentu
ketentraman dan kedamaian akan tercipta dalam lingkup yang lebih besar lagi
yakni kedamaian dalam satu desa. Selanjutnya jika masing-masing orang yang
bertempat tinggal dalam sebuah desa bisa menciptakan kerukunan dan keharmonisan
antar desa lainnya, maka tentulah hal ini akan berdampak pada terciptanya rasa
damai dalam sebuah daerah, dan demikian seterusnya. Oleh karena itulah maka langkah
awal yang bisa kita ambil untuk merealisasikan kata Shanti atau Damai
sebagaimana tercantum dalam setiap mantram akhir dalam doa-doa hindu adalah
dengan memulainya dari diri sendiri dengan membangkitkan kedamaian itu melalui
pengembangan kasih sayang yang sudah laten ada dalam setiap Individu. Misalnya
dengan melakukan perenungan sekaligus penyadaran atas kasih sayang orang tua
yang telah diterima sejak masih dalam kandungan sampai anak yang bersangkutan
besar dan mencapai kesuksesan yang dicita-citakan.
Bagaimana seorang Mertua
bisa memperlakukan dan menganggap menantu sebagai anaknya sendiri dan juga
sebaliknya bagaimana seorang Menantu mau dan mampu menyayangi mertuanya
sebagaimana ia mengasihi kedua orang tua kandungnya. Epos besar Mahabharata
adalah salah satu karya besar Rsi Agung Vyasa yang tetap bisa dijadikan contoh
untuk menjalani kehidupan dalam era kekinian. Sebagaimana kita tahu dalam
sejarah agung itu bagaimana sosok Dewi Kunti yang walaupun telah ditinggal mati
oleh suaminya, namun ia tetap memegang prinsip keibuannya dalam mengasuh dan
membesarkan kelima orang putranya (3 anak kandung yakni Yudistira, Bhima, dan
Arjuna ditambah dengan 2 saudara kembar yang merupakan anak dari Dewi Madri
yakni Nakula dan Sahadewa). Kasih sayang yang diberikan oleh Kunti sama rata
antara yang diberikan kepada anak kandungnya sendiri maupun anak dari madunya
(Dewi Madri). Begitu pula tentang kesabaran dan kesungguhan Kunti Dewi dalam
merawat, menjaga dan melindungi putra-putranya. Ia penuhi hari-harinya dengan kasih
sayang seorang ibu yang bahkan merelakan dirinya ikut menanggung susah dan
penderitaan demi agar bisa menemani buah hatinya saat menjalani pembuangan di
hutan selama 12 tahun. Pun hal indah yang telah diteladankan bagi kita semua
ketika ia dibawakan menantu oleh kelima putranya, Kunti menyelesaikan
permasalahan itu dengan sangat baik dan bijaksana dengan kasih sayang
keibuannya. Begitulah pesan moral yang sangat luhur yang telah diperlihatkan
kepada kita semua agar bisa dijadikan suluh atau cerminan dalam berprilaku di
jaman Kali. Bahkan sebagaimana kita tahu bahwa dalam Tradisi Veda,
menyentuh kaki orang tua atau orang yang
lebih tua dan disucikan ketika mereka
bertemu adalah sesuatu yang lumrah untuk dilakukan. Sehingga tidak mengherankan
bahwasannya sastra menegaskan bahwa beberapa prasyarat untuk bisa mendapatkan
kesucian bagi seseorang atau suatu tempat, salah satunya adalah ketika ia
mendapatkan kesempatan untuk menghormati kaki orang tua, ataupun membasuh kaki
brahmana dan memercikkan bekas air basuhan kaki orang suci itu. Tentu hal ini
akan menjadi hal yang sangat baik jika kemudian dilanjutkan dengan rutinitas
membaca kitab-kitab suci agama, menyanyikan kidung-kidung suci ketuhanan
melalui bhajan atau kirtan, serta melakukan upacara yang sarat mantram-mantram
suci.
Penghormatan
kepada orang tua yang merupakan wakil nyata Tuhan di bhumi untuk memahami arti
pentingnya kasih sayang yang merupakan landasan utama alam semesta memang terus
harus digali dan dibudayakan dari sejak dini sehingga masing-masing pihak bisa
menyadari keagungan dari tradisi ini sehingga seiring proses waktu, kekeliruan
yang telah terjadi saat ini dimana secara umum masyarakat Hindu khususnya di
Nusantara yang menanggap bahwa hal demikian hanya pantas dilakukan ketika orang
tua sudah tiada, bisa mulai dibenahi. Sebab bagaimanapun, secara logika jika
proses membasuh kaki orang tua itu dilakukan pada saat tubuh mereka sudah tidak
berjiwa, maka perasaan timbal balik itu tidak akan bisa dirasakan secara
maksimal karena badan yang sudah membujur kaku tentu tidak akan bisa merasakan
apa-apa dan kalaupun sang jiwa yang masih terikat menyaksikan hal itu, maka
tetap saja mereka tidak bisa berbuat banyak tanpa badan, tidak ada sentuhan dan
berkat langsung yang bisa diterima anak-anak yang melakukan sembah sujud itu.
Bahkan tak jarang kita temui bahwa prosesi itu hanya dilakukan sekedar memenuhi
kewajiban atau dengan perasaan kurang nyaman karena harus melakukannya dengan
keterpaksaan untuk menghindari kesan tidak baik saja. Padahal makna terdalam
yang ingin diberikan dalam kegiatan tersebut adalah bagaimana kedua belah pihak
(anak dan orang tua ataupun menantu dan mertua) mau melakukannya atas dasar
kesadaran sendiri tanpa paksaan atau kewajiban yang sifatnya menuntut untuk
dilakukan. Semuanya harus timbul dari dasar hati untuk melakukan permohonan
maaf dan memaafkan demi terjalinnya ikatan bhatin kekeluargaan yang semakin
harmonis.
Beranjak
dari pemahaman itulah maka Sai Study Group Singaraja dengan sangat percaya diri
menyelenggarakan tradisi membasuh kaki kedua orang tua ini dengan tajuk “ Matta
Pitha Padam Abhiseka” yang diadakan di Ashram Prashanti Den Bukit Singaraja
dengan diikuti oleh hampir 20 keluarga pada saat perayaan Eshvarambha day. Apa
yang menjadi goal dari panitia pelaksana akhirnya menjadi kenyataan, karena saat
kegiatan baru saja dimulai dalam chanting doa bersama dan ketika air untuk
membasuh kaki orang tua dituangkan pertama kalinya, beberapa peserta tak kuasa
untuk menahan isak tangis mereka. Suasana haru benar-benar mengelilingi tempat
itu apalagi selama proses pembasuhan kaki orang tua itu berlangsung, diiringi
dengan alunan mantram-mantram Veda yang begitu menggetarkan. Salah seorang
peserta yang kebetulan baru pertama kali mengikuti kegiatan itu sampai menangis
histeris menahan haru dan bahagia ketika anaknya bersujud dan mencium ibu jari
kakinya sehingga ia harus dibantu oleh panitia agar bisa bertahan untuk
memberikan berkat bagi putra putrinya. Keduanya menangis dan berpelukan penuh
kebahagiaan sambil sesegukan menyatakan rasa sayang mereka. Sungguh pemandangan
yang sangat membahagiakan saat menyaksikan anak dan orang tua, mertua dan
menantu saling berangkulan dalam tangis kebahagiaan. Itulah kasih ketuhanan
yang mulai menyembul dalam diri kita masing-masing. Cerminan kasih sayang murni yang selama ini
terus tertutupi oleh debu egoisme dan kontaminasi dunia.
Apa
yang dilakukan oleh Sai Study Group ini ternyata memberikan kesan yang sangat
positive dari beberapa orang yang mengikutinya, terbukti bahwa di penghujung acara
ketika semua peserta mengadakan sesi ramah tamah, beberapa dari mereka
mengutarakan maksud untuk bisa melakukan hal yang sama kepada orang tua mereka
ataupun kepada sanak keluarganya yang belum berkesempatan hadir untuk
mengikutinya saat itu. Menurut tradisi
Hindu di India, kegiatan ini bisa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
Menyiapkan
alat dan bahan untuk membasuh kaki orang tua seperti Paso atau wadah yang cukup
untuk menaruh kaki kedua orang tua di dalamnya, air bersih, air kunyit, susu
sapi cair, air kumkuman atau air yang berisi taburan bunga-bunga harum, dan
handuk atau lap kecil untuk mengeringkan.
Prosesinya
diawali dengan melakukan doa bersama, memohonkan kepada Sri Maha Ganesh dan Sad
Guru agar ritual itu berjalan baik dan penuh keberkatan. Selanjutnya orang tua
didudukkan pada tempat yang agak tinggi sementara anak-anaknya mulai menuangkan
air bersih untuk membasuh dan membersihkan kaki mereka. Bahan-bahan yang
dipergunakan bisa diurut dari air biasa, kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan air kunyit, kemudian susu lalu diakhiri dengan menggunakan air
kumkuman. Setelah kaki mereka dikeringkan dengan handuk atau lap, ia juga bisa
diolesi dengan vibhuti. Selama prosesi
pembasuhan kaki orang tua itu, kedua belah pihak baik orang tua maupun anak
harus tetap menjaga kesungguhan sambil melantunkan mantram-mantram suci dalam
hatinya. Bagi orang tua yang mungkin tidak terlalu mengenal mantram-mantram
Veda, maka aksara suci OM adalah alternative yang sangat baik untuk
dipergunakan. Setelah pembasuhan kaki itu selesai, masing-masing anak melakukan
sembah sujud mencium ibu jari kaki ayah dan ibu mereka sambil memohon maaf atas
hal tak menyenangkan yang pernah mereka perbuat kepada orang tuanya. Sementara
pihak orang tua harus mengelus kepala anak sambil memberikan maaf sekaligus
memberkati mereka agar bisa menjadi anak suputra sesuai dengan kaidah agama.
Setelah ini orang tua harus mengangkat bahu mereka dan memintanya berdiri untuk
menerima kasih sayang lanjutan dalam pelukan hangat para orang tuanya. Prosesi
ini diakhiri dengan mengelilingi orang tua sebanyak 3 kali putaran sambil
melantunkan Gayatri Mantram.
Kitab
Purana dalam hal ini Ganesha Purana pernah mengisahkan tentang manfaat dari
mengelilingi orang tua yang merupakan wakil Tuhan di bhumi. Alam semesta
hanyalah sebagian kecil dari kemahakuasaan Tuhan, oleh karena itulah dengan
menyadari prinsip ketuhanan dalam diri orang tua maka secara tidak langsung
kita juga akan disinergikan dengan alam dan lingkungan sehingga menunjang tercapainya
keharmonisan hidup antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan juga
hubungan manusia dengan alam lingkungan sebagaimana yang diinginkan dalam
ajaran Tri Hita Karana. Oleh karena itulah hidup adalah merupakan kesempatan
yang sangat baik bagi semua mahluk khususnya manusia untuk terus menciptakan
harmonisasi dengan cara berkarma baik sebanyak mungkin dengan tetap melandaskan
setiap kegiatan dalam prinsip saling asah, asih, dan asuh. Di Bali sendiri
upacara seperti ini bisa dirangkaikan pada saat perayaan khusus bagi para
leluhur misalnya menjelang Hari raya Galungan dan Kuningan dimana pada hari itu
diyakini para leluhur akan berkunjung untuk menerima persembahan dari
keluarganya masing-masing. Namun begitu mengingat bermaknanya tradisi itu, maka
tidak menutup kemungkinan juga bahwa ia bisa dilakukan pada hari hari dimana
semua keluarga bisa berkumpul dalam suasana rukun dan harmonis.
OM
ano bhadrah krtavo yantu visvatah – Semoga pikiran baik datang dari segala
arah. OM Shanti Shanti Shanti OM
Penulis
: Wira Hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar