Kamis, 25 April 2013

Laksa arcanam


Memperingati Hari Mahasemadi Sad Guru Bhagavan Sri Sathya Sai Baba, SSG Singaraja menggelar acara Laksa arcanam yakni sebuah ritual mempersembahkan beras kepada arca ataupun gambar Bhagavan yang diletakkan di sebuah mangkuk yang telah dihias sedemikian rupa sambil melantunkan mantram “ OM Bhagavan Sri Sathya Sai Baba ya Namaha sampai minimal 100.000 kali. Pelaksanaan ritual ini dilakukan dengan berpasangan (istri dengan suami, orang tua dengan anak, antara teman laki-laki, ataupun gadis perempuan dengan perempuan lainnya).Tapi jangan kaget dulu karena angka ratusan ribu itu bukan untuk 1 orang karena jumlah itu adalah hasil akumulasi. Misalkan jika peserta yang hadir mencapai 50 orang pasangan (100 orang) maka 1 putaran japa yang berjumlah 108 biji dikalikan dengan 100 orang peserta sehingga hasilnya menjadi 10800 kali pelantunan mantram. Sehingga untuk mencapai jumlah minimal 100.000 kali maka setiap peserta minimal harus memutar japa malanya sambil mengucapkan Mantra “OM Bhagavan Sri Sathya Sai Baba ya namaha” sambil mempersembahkan butiran beras kehadapan foto Svami sebanyak 10 kali.

Ritual ini adalah upacara yang dilakukan oleh SSG Singaraja untuk kedua kalinya. Antusiasme para peserta bisa dilihat dari banyaknya bhakta yang mengikuti kegiatan ini yang bahkan datang dari para bhakta dari luar singaraja bahkan saat kegiatan berlangsung, anak-anak Bal Vikas yang biasanya suka ribut-pun enggan beranjak dari tempat duduknya. Barangkali karena mereka diberikan tanggung jawab sendiri untuk melakukan persembahan beras di hadapan photo Bhagavan. Sebuah kebersamaan dan kekhusukan begitu tampak jelas setiap kali acara seperti ini digelar disamping karena manfaatnya yang telah terbukti, kegiatan Laksa arcanam juga telah menanamkan benih bhakti yang lebih baik lagi atas keagungan Sad Guru Sathya Sai. Akumulasi bhakti yang terpancar dari masing-masing bhakta yang berdoa dengan kesungguhan sudah pasti dapat memvibrasi pikiran setiap orang yang masuk dan bergabung dalam lingkup kegiatan ini. oleh karena itu kami berharap kegiatan yang sama bisa juga dilaksanakan di SSG lain di seluruh dunia. Dan semoga ini menjadi inspirasi bagi semua bhakta bahwasannya mempersembahkan segala sesuatunya kepada Tuhan sebelum berkah itu kita terima akan menyucikan hati dan pikiran kita dari dalam. 

Bagi para bhakta yang belum berkesempatan mengikuti acara dimaksud, tidak perlu merasa putus asa sebab di rumahpun kita bisa melakukan hal yang sama. tidak mesti jumlahnya mencapai ratusan ribu. Sebab Tuhan lebih memperhatikan kwalitas dari sebuah bhakti. Para bhakta bisa melakukan persembahan beras setiap hari akan memasak. Caranya adalah dengan menempatkan Kaki padma Bhagavan di sebuah mangkuk/talam bersih, lalu kita ucapkan mantram diatas atau Sai Padam juga memungkinkan sambil mempersembahkan butiran-butiran beras yang akan kita masak. Setelah selesai 1 kali putaran japa, beras yang telah terkumpul di gambar kaki padma Bhagavan itu kita lungsur/mohon sebagai berkah untuk kita masak. Jadi otomatis nasi yang kita makan sudah disucikan oleh Beliau.
Semoga bermanfaat …( Jay Sairam)

Dark Period - MASA MASA GELAP dalam Spiritual





OM Sairam,

apakah anda sedang berada dalam kegalauan atau dihinggapi rasa bosan untuk melakukan rutinitas yang sepertinya tidak memberikan transformasi berarti dalam perjalanan spiritual anda? bosan mengikuti bajan yang itu-itu saja, bosan ikut tirta yatra sebab semua tempat suci kayaknya sudah pernah dikunjungi, atau mungkin sekarang anda sedang bosan membaca buku spiritual karena inti ajarannya begitu-begitu saja. Nah beberapa ciri-ciri yang kami sebut diatas adalah beberapa pertanda bahwa anda sedang memasuki masa masa gelap dalam spiritual. wah kayaknya tidak baik nih. tapi jangan mengambil kesimpulan dulu. mari kita dengar penjelasan Baba tentang hal dimaksud melalui sebuah sesi interview ini. semoga bisa dijadikan untuk menentukan arah kita selanjutnya.

DARK PERIOD -PERIODE GELAP    

Sudha ADITYA: Ada masa dalam hidup saya ketika saya merasa bahwa saya telah jatuh dan selama waktu tersebut, saya tidak dapat melanjutkan rutinitas sadhana dan dhyana saya. Mengapa hal ini terjadi, Baba?
SAI: Setiap Sadhaka akan mengalami masa-masa ini, yang disebut "PERIODE GELAP" (DARK PERIOD). Ada perubahan yang terjadi di dalam dirimu selama periode ini yang tidak engkau sadari. Ini adalah periode pematangan dan pada akhirnya, engkau muncul menjadi orang yang lebih kuat dan lebih baik. Hal ini sama seperti membuat kue natal. Engkau mencampur dan mengaduk semua bahan-ramuan yang dibutuhkan dan memanggangnya dan kemudian engkau menyimpan kue tersebut selama beberapa hari dan membiarkannya hingga matang dan lembut/empuk. Setelah itu, rasanya lebih kaya/enak dan manis. Atau, ambillah contoh pembuat-anggur. Ia membuat sirup dari buah anggur dan menyimpannya dalam bejana kayu selama berbulan-bulan. Selama waktu penyimpanan tersebut, anggur itu berfermentasi dan berbuih dan akhirnya menjadi anggur yang manis. Ini adalah kasus yang sama juga dengan praktek sadhana. Engkau hanya sedang mengalami proses pematangan. Jadi, jangan berpikir bahwa engkau telah jatuh.

Sudha ADITYA
: Apa sebenarnya proses pematangan itu, Baba? Apa maksud dan manfaatnya?         
SAI: Selama proses sadhanamu berlangsung, engkau akan mengalami berbagai macam pengalaman dan belajar banyak hal. Semua kenyataan ini harus diasimilasi oleh atmamu-jiwamu, dianalisis dan dikonversi menjadi pengetahuan dan kebijaksanaan. Kadang-kadang, hal ini dilakukan secara sadar oleh dirimu sendiri melalui proses "vichaara '(pencarian-penyelidikan batin-bertanya pada diri sendiri) dan" viveka "(diskriminasi). Tetapi pada waktu lain, perubahan pengalaman menjadi kebijaksanaan ini terjadi tanpa engkau sadari., dalam kegelapan. Dan karenanya, periode gelap muncul. Misalnya, apa yang terjadi setelah engkau makan? Makanan harus diserap, dicerna dan diasimilasi oleh system pencernaanmu. Engkau tidak dapat melihat proses pencernaan dan asimilasi, tetapi hal tersebut berlangsung dan terjadi di dalam tubuhmu. Ini adalah kasus yang sama dengan makanan rohani. Engkau membaca buku-buku agama, mendengarkan bhajan dan berwacana, ikut dalam kegiatan sathsang, mempraktekkan sadhana dan dhyana. Semua ini adalah makanan untuk ATMA. Makanan rohani harus diserap, dicerna dan diasimilasi oleh ATMA-jiwa. Hasil akhir dari proses ini adalah pertumbuhan dan pematangan rohani, mental dan emosional.

SUDHA: Apakah karena terjadinya perubahan-perubahan ini kita kadangkala -terperangkap dalam semacam inersia (kelambanan) rohani, Baba?
SAI: YES. Periode Pematangan ini adalah salah satu periode yang membingungkan para sadhaka. Engkau merasa bingung,linglung,kacau, tersesat, seperti kapal tanpa kemudi terombang ambing di kegelapan malam dan berusaha mati-matian untuk mencapai pantai (cahaya daratan).

Sudha: Baba, pada saat-saat seperti itu, saya tidak memiliki perasaan kedekatan yang sama denganMU.
SAI: Ya, Aku tahu. Engkau merasa kehilangan pegangan/terombang-ambing. Engkau tidak memiliki semangat dalam praktek rohani. Tapi ini hanya sebuah fase sementara yang pada akhirnya engkau muncul lebih murni, lebih kuat dan lebih mulia. Misalnya, jika engkau sakit, badanmu menjadi lemah. Dokter merawat dan mengobatimu dengan memberikan obat dan tonik-penguat tenaga. Engkau sendiri tidak bisa melihat proses penyembuhan yang dilakukan obat tersebut tetapi proses penyembuhan berlangsung dalam tubuhmu. Setelah pengobatan selesai kesehatan tubuhmu kembali normal dan segar bugar. Demikian pula, ketika perubahan-perubahan rohani dan transformasi spiritual sedang terjadi dalam dirimu, Engkau dilanda dengan perasaan kelesuan mental dan spiritual. Tapi ketika proses pematangan selesai, kegelapan sirna dan fajar menyingsing dan engkau berkilauan cahaya yaitu menjadi seorang yang lebih kuat dan bijaksana.

Sudha: Engkau adalah Sadguru, Baba. Engkaukah yang membentuk dan mengontrol perubahan rohani kami?        
SAI: YA, Aku memonitor pertumbuhan rohanimu dan mengatur kemajuan rohanimu. Aku mengetahui masa lalumu dan tingkat evolusi spiritual yang telah engkau capai di kelahiran-kelahiranmu yang terdahulu. Berdasarkan perkembangan masa lampaumu, Aku membantu sadhanamu sekarang ini dan mengarahkan dan mengendalikan pertumbuhan rohanimu. Aku tahu pasti seberapa jauh kemajuanmu sebelumnya dan kemajuan sekarang. Hal ini sama seperti membuat manisan. Juru masak tahu kapan cairan gula mencapai kekentalannya yang pas, kapan tepung, ghee, dan perasa makanan dimasukkan, dan seberapa banyak menambahkan bahan-bahan tersebut dan berapa banyak menambahkan bahan-bahan tersebut dan kapan tepatnya manisan tersebut diangkat dari tungku. Sama halnya aku mencampur dan menambahkan dan mengaduk sampai engkau mencapai tingkatan tertentu dalam kesadaran spiritual.   

Sudha: Seberapa seringkah fase pematangan ini terjadi dalam kehidupan seorang Sadhaka?         
SAI: Hal itu tergantung pada tingkat pencapaian spiritual Sadhaka tersebut. Berbeda dengan pertumbuhan fisik, pertumbuhan rohani harus sangat lambat dan bertahap. Pertumbuhan tersebut terjadi melalui serangkaian kelahiran. Tetapi, jika engkau mengambil satu kelahiran, ada banyak tahapan yang harus dilalui; PERIODE GELAP adalah bagian dari tahapan-tahapan tersebut. Seorang Sadhaka sejati haruslah melalui beberapa tahapan pengujian batin yang terus ditempa. frekuensi terjadinya periode ini tergantung pada tabiat rohani seseorang, sama seperti proses belajar tergantung kepada IQ Beberapa orang dapat menerima dan menyerap lebih cepat dari yang lainnya. Tapi bahkan bagi mereka yang tingkatan sangat tinggipun akan mengalami periode-periode ini pada beberapa masa dalam hidupnya. Bahkan para-Rsi dan para-yogi (para bijak-waskita) pada jaman dahulu biasa mengalaminya walau tak seorangpun yang menceritakannya.       

Sudha: Tepatnya kapan periode ini terjadi dalam kehidupan seorang sadhaka, Baba?
SAI: Tentu saja bukan diawal sekali. Tahap-tahap awal kehidupan seorang Sadhaka adalah pengalaman-pengalaman, sensasi-sensasi, dan getaran jiwa. Hanya setelah itu mulailah rohaninya berevolusi atau berkembang. Perubahan-perubahan itu mulai terjadi, katakanlah di tengah pertengahan jalan dan setelah itu proses belajar yang sesungguhnya dimulai.
Bayangkan kemajuan seorang sadhaka ibarat sedang mendaki sebuah gunung. Engkau mendaki dengan penuh semangat sempai ketinggian tertentu. Kemudian engkau merasa lelah dan ketika engkau mencapai dataran yang tidak begitu tinggi, engkau berhenti dan beristirahat. Setelah nafas dan tenagamu pulih kembali, engkau siap melanjutkan pendakian. Jadi engkau terus mendaki dan beristirahat sampai engkau mencapai puncak gunung.
Periode-periode pematangan dalam kehidupan seorang sadhaka sama seperti dataran-dataran tinggi sebuah gunung. Ketika kegelapan sirna dan cahaya muncul, engkau menjadi semakin kuat dan bertenaga dan siap mendaki ke tingkatan yang lebih tinggi. Jadi, jangan berkecil hati-putus asa atau sedih ketika engkau terjebak di fase ini. Ini adalah masa pembentukan, pencetaka dan penghalusan. Ini adalah saat dimana perkembangan dan evolusi yang sesungguhnya sedang terjadi di dalam dirimu(batinmu).      

Sudha:
Apa yang harus kami lakukan dalam masa itu, Baba?
SAI: Ini adalah waktu untuk melakukan lebih banyak karma dan seva yang mengarah pada trikarana suddhi' atau '-pemurnian ketiga instrumen: tangan, lidah dan pikiran. Bila engkau melibatkan diri dalam karma dan seva, tangan dan lidah selalu sibuk dan tidak ada celah untuk terlibat dengan hal-hal buruk. Ketika keduanya dimurnikan, pikiran juga menjadi murni dan sejuk seperti bulan. Dengan demikian, engkau bisa menggabungkan proses pemurnian eksternal dengan internal yang sedang berlangsung dalam dirimu.

Sudha: Apakah hal ini akan membantu kami keluar lebih cepat dari periode gelap ini?      
SAI: YA, jika engkau mengenali periode ini apa adanya. Engkau dapat membantu proses percepatan pengembangan batin dengan mengadopsi praktek-praktek eksternal yang benar. Jika engkau bisa mengkombinasikan keduanya, engkau akan membantu pertumbuhan rohani. Dan ketika periode evolusi berakhir, dan dirimu yang sejati akan muncul dengan energi, tenaga dan semangat yang baru, dan siap untuk terlibat dalam sadhana yang baru dan bergerak ke alam kesadaran pengalaman dan pembelajaran yang lebih tinggi.

OM SAIRAM        

SUMBER;
Sathya Sai’s Amrita Varshini  
Author : Sudha Aditya Page: 19-23  
Alih Bahasa; Purnawarman and Vijay Kumar

Rabu, 24 April 2013

Bukti Baba tidak pernah meninggalkan bhakta-Nya



Om Sri Sairam, Dear Sai Brothers and sisters, Hari ini kita memperingati hari dan momentum Mahasemadi Bhagavan Sri Sathya Sai Baba yang telah menanggalkan wujud phisik-Nya sebagai Sri Sathya Sai untuk selanjutnya mengenakan pakaian baru dalam wujudnya sebagai Prema Sai Baba.
Mengenang kejadian 2 tahun lalu tepatnya tanggal 24 April 2011, pastinya akan ada banyak sekali cerita dan kisah para bhakta yang amat membangkitkan rasa bhakti dalam hati kita sebagai pengikut beliau. Rasa keterikatan akan kasih sayang Sang Avatar yang begitu melimpah membuat kita serasa tak kuat berdiri untuk mendapati kenyataan bahwasannya Beliau telah mengakhiri karir keavataraannya lebih cepat dari apa yang diprediksikan semula. Tapi siapakah diantara kita yang bisa mengetahui ataupun mengerti secara pasti tentang rencana Ilahi Beliau? Kita hanya diwajibkan bermain sebaik-baiknya dalam drama kehidupan duniawi ini dengan tetap awas akan petunjuk beliau dari belakang layar. Sai adalah sang Sutradara, Ia adalah orang tua yang begitu lembut dan penuh pengorbanan terhadap anak-anak-Nya. pengorbanan paling fatal yang bahkan harus dilakoni-Nya sampai akhir cerita beliau menggunakan badan fisik-Nya. 

Kita mungkin masih ingat bagaimana keadaan dunia pada bulan april itu dan bagaimana pula kesehatan Svami yang terus memburuk, apalagi ketika terjadinya gempa berkekuatan 7,8 Scr yang mengguncang Fukushima Jepang dan yang mana akhirnya menimbulkan bencana Tsunami dahsyat, yang bahkan menurut BMKG yang memonitoring peristiwa itu mengindikasikan bahwa gelombang air bah itu akan sampai kepada perairan Indonesia. Berita di Media tak urung membuat masyarakat di Indonesia khawatir dan was-was. Namun apa yang terjadi sesudahnya..? hempasan gelombang itu ternyata sudah melemah sebelum mencapai kepulauan Indonesia. What happened? Alasan dari segi ilmu pengetahuan mungkin bisa menjawab pertanyaan itu, tetapi jika kita tarikkan sebuah benang merah dari pernyataan Bhagavan kepada salah salah seorang bhakta-Nya sebagaimana dirilis dalam postingan Bro Purnawarman berikut ini :

Bersujud kepada Sai Baba?



Meluruskan suara-suara sumbang terhadap Sai Study Group part-3
Pernyataan :
SAI BABA ITU KAN MANUSIA, KENAPA IA HARUS DISEMBAH SEPERTI DEWA. BUKANKAH TIDAK ETIS JIKA KITA MENYEMBAH MANUSIA YANG MASIH HIDUP DAN MAKAN NASI SEPERTI KITA.

Bagi sebagian besar Bhakta, (pengikut ajaran beliau) meyakini bahwa Bhagavan Sri Sathya Sai Baba bukanlah manusia biasa yang lahir karena satu proses pembuahan Gen kedua orang tua. Tapi beliau hadir sebagai jawaban atas doa para Rsi untuk misi suci menyelamatkan, dan menegakkan kembali pelaksanaan dharma, melindungi para bhakta Tuhan, menghancurkan sifat-sifat jahat dan juga melindungi Veda  seperti janji Tuhan dalam Bhagavad Gita. 4: 8. seperti halnya Yesus, Budha, Sri Rama ataupun Sri Krishna, mereka adalah pribadi-pribadi agung / Tuhan yang telah Turun ke bhumi memakai wujud seperti manusia lalu bermain dan bertingkah laku layaknya manusia biasa, Namun begitu, mereka lebih dari sekedar Nara (manusia) beliau adalah Narayana (Tuhan) sehingga layak mendapatkan penghormatan dan disembah oleh umat manusia.

Demikian halnya Bhagavan Sri Sathya Sai Baba, banyak bhakta yang telah berkesempatan melihat wujud ilahi beliau sebagai dewata, bukan hanya dari golongan hindu tetapi juga dari semua keyakinan yang ada. Sehingga memuja dan menyembah wujud phisik beliau bukanlah merupakan tindakan tidak etis atau syirik karena dianggap mempersamakan manusia dengan Tuhan. Hal ini juga jauh lebih bijaksana daripada kita menundukkan kepala di kaki seseorang yang tidak jelas tingkah lakunya

Kenapa sembahyangan di Sai Baba seperti di Gereja.




Pernyataan :

KENAPA CARA PERSEMBAHYANGAN DI KELOMPOK SAI BABA LEBIH BANYAK TERDENGAR NYANYIANNYA DARIPADA MANTRAMNYA SEHINGGA LEBIH TERKESAN SEPERTI KELOMPOK BERNYANYI SEPERTI GEREJA, DARIPADA KELOMPOK STUDY ?

Tanggapan :
Untuk dapat mendirikan sebuah bangunan yang baik, tentu dasar atau fondasinya harus dikuatkan dulu. Sebab bagaimanapun indah dan megahnya sebuah bangunan tetapi jika fondasinya rapuh tentu bangunan itu juga akan ambruk, namun fondasi yang kuat jika tidak diisi bangunan juga tidak akan mempunyai keindahan apa-apa oleh karena itu kedua hal ini tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Bhajan atau menyanyikan kidung-kidung suci yang sarat dengan nama dan kemulian suci Tuhan merupakan fondasi atau dasar bagi para sadhaka dalam mendirikan spiritual yang lebih mantap karena dengan melatih lidah dan pikiran guna menyuarakan keindahan nama Tuhan, ia akan dapat digiring untuk menghindari beberapa jenis kesalahan besar yang seringkali dilakukan oleh lidah seperti misalnya kebiasaan berbohong, berbicara kasar dan  berlebihan, membicarakan kejelekan orang lain (gossip) serta melakukan fitnah. Dengan bhajan, pikiran akan lebih dapat diarahkan kepada objek yang benar daripada menjadi pelayan bagi kesepuluh inderanya yang seringkali justru membikin kehancuran diri sendiri. Puji-pujian terhadap Leela dan nama suci Tuhan sengaja dikemas dalam bentuk nyanyian karena nyanyian merupakan ungkapan perasaan seseorang. Dan seringkali dipakai untuk mewakili perasaan itu kepada yang lain. Selain itu, nyanyian juga bisa dilagukan oleh siapa saja, baik orang tua, remaja, bahkan anak kecil sekalipun. Ia tidak terpengaruh oleh gender, status sosial, agama, dll. Semua orang menyukai musik atau nyanyian bahkan kita tahu sendiri bahwa beberapa atribut yang dibawa oleh dewa dewi hindu juga berupa alat musik seperti Tuhan Sri Krishna yang membawa seruling, Dewi Sarasvati membawa Vina, Dewa Shiva yang membawa Mrdangga, begitu halnya Dewarsi Narada.

Bhajan atau nyanyian ketuhanan yang ada di kelompok spiritual hampir sama dengan kekidungan atau kekawin di bali bedanya hanya pada canda lagu dan isi kidung suci itu sendiri. Kalau kekawin di bali lebih banyak mengungkapkan situasi atau penggambaran dari keadaan sesuatu dengan aneka pesannya yang kadang tersembunyi, tetapi pada lagu bhajan sengaja dibuat dengan menyebut nama-nama suci Tuhan secara utuh dan kadang bukan merupakan rangkaian kata-kata untuk menyampaikan pesan atau petuah dalam bentuk kalimat maupun dialog. Atas dasar hal itu pula kidung-kidung suci dikemas dalam bentuk nyanyian agar semua orang bisa menikmati sari keindahan dari keagungan nama Tuhan tersebut. Jadi manfaat sembahyang bisa dirasakan bersama-sama karena semua yang hadir bisa mengungkapkan perasaannya langsung kepada yang dipuja dan bukan lagi melalui perantara. Semua orang akan diliputi suka cita karena tahu dan mengerti apa yang dilagukannya.

“ Tidak ada praktek spiritual yang lebih berharga daripada pengulang-ulangan nama suci Tuhan pada jaman ini. Siapapun juga baik yang kaya atau miskin, golongan terpelajar atau bahkan mereka yang buta huruf akan mampu melakukannya. Ingatlah selalu nama Rama sampai saat menjelang kematianmu. Nyanyikanlah kemuliaan Tuhan dan perolehlah rahmat keselamatan darinya (Bhagavan Sathya Narayana dalam Sanatana sarathi.1995). 

Bhajan yang merupakan dasar / fondasi spiritual pada akhinya memang kurang kelihatan tapi tetap berfungsi sebagai pilar utama yang menopang bangunan. Seperti halnya fondasi rumah yang akhirnya ditimbun tanah dan tidak kelihatan saat bangunannya mulai didirikan. Demikian halnya para sadhaka tidak berhenti pada tingkat bhajan saja. Karena ada 2 bidang lainnya yang digerakkan oleh organisasi yakni bidang pendidikan dan pelayanan. Jikalaupun selama ini terkesan bahwa kegiatan persembahyangannya hanya menyanyikan nama suci Tuhan saja, itu hanyalah sebuah rutinitas yang porsinya memang lebih banyak dan lebih merupakan penggambaran luar saja karena jikalau kita mau melihat ke dalam, sesungguhnya masih ada acara tambahan lain seusai kegiatan bhajan seperti misalnya ; Sharing, pelajaran Bhagavad Gita, Dharma wacana, ataupun kegiatan Study circle.